REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penyidik Bareskrim diminta lebih cermat dan profesional sehingga para koruptor yang menjarah dana bantuan sosial (bansos) maupun hibah dari Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta bisa ditangkap serta dibawa ke pengadilan. Jika para penyidik tidak cermat dan tidak profesional, para penjarah tersebut dinilai akan mudah lolos dari jeratan hukum.
Indonesia Police Watch (IPW) mendukung langkah Polri untuk membongkar semua penyelewengan dana bansos dan hibah, baik di Jakarta maupun daerah, agar dana itu benar benar bermanfaat untuk masyarakat. Namun, Ketua Presidium IPW Neta S Pane menilai mencampuradukkan antara dana Bansos dan dana hibah, seperti dalam kasus pemanggilan Cawagub DKI Sylviana Murni adalah kesalahan fatal. Sebab menurut Permendagri No 32 tahun 2011, dana bansos dan hibah itu berbeda.
"Jadi, kalau dana hibah diperiksa dengan pendekatan dana bansos, ini ibarat sakit kanker diperiksa dengan pola penanganan sakit jantung. Yang terjadi adalah malpraktik dan para penjarah dana hibah tidak akan bisa tertangkap," ujarnya, Senin (23/1).
IPW berharap Polri mendata semua dana hibah dan bansos serta mengusut penyalahgunaannya agar pelakunya bisa dijerat dengan pasal korupsi. Sebab isu-isu penyalahgunaan dana hibah dan bansos sangat marak, terutama menjelang Pilkada.
"Polri jangan sampai diperalat pihak tertentu untuk mengkriminalisasi pihak lain. Apalagi pihak itu melaporkan ada penyelewengan dana bansos, padahal dana yang dimaksud adalah dana hibah dan penyidik tidak lagi chek and richek, akibatnya salah kaprah," katanya.
Dampaknya, menurut Neta, Polri dikecam, sementara pengemplang dananya lolos. Sikap profesional sangat dibutuhkan agar Polri bisa menjaga uang negara tidak dikemplang para koruptor. Selain itu Polri sebagai institusi penerima dana hibah dari Pemprov DKI dinilai juga harus menjadi pelopor untuk membuka secara transparan penggunaan dana itu sehingga tidak muncul dugaan-dugaan negatif dari publik.