REPUBLIKA.CO.ID, UNGARAN -- Kasus Antraks yang ditemukan di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) bukan berasal dari daging sapi impor. Menteri Pertanian, Andi Amran Sulaimaan menegaskan untuk tidak terlalu jauh menghubungkan kasus ini dengan impor sapi.
Terkait dengan temuan kasus Antraks ini, tim Kementerian Pertanian sudah turun tangan dan bahkan telah menyatakan aman, meski sampai saat ini Posko Penangana Antraks masih diefektifkan.
“Masih ingat dulu munculnya kasus rabies di Kalimntan Barat, kami terima laporan pagi malam kami minta tim Kementerian Pertanian berangkat. Bahkan kalau tidak ada pesawat, nginap di bandara siapa tahu ada pesawat,” tegasnya, di gedung Balai Pengkajian teknologi Pertanian (BPPT) Jawa Tengah, Bergas, Kabupaten Semarang, Senin (23/1).
Ternyata, jelasnya, malam itu ada pesawat dan tim Kementerian Pertanian bisa bisa berangkat turun ke lapangan dan langsung selesai. Terkait kasus Antraks di Yogyakarta, Amran juga menegaskan tim Kementerian Pertanian juga sudah bergerak cepat dan sudah lakukan isolasi. Sehingga daerah tempat temuan penyakit ini sudah diamankan.
Soal kasus Antraks, dulu juga telah ditemukan di Kalimantan dan dengan cepat sudah bisa diredam dan tak sempat mewabah. Kemudian kasus Rabies ditemukan lagi Bali serta Pontianak. “Kita bergerak cepat karena kita punya tim khusus,” tandasnya.
Disinggung sumber munculnya Antraks di Yogyakarta, Menteri Pertanian mengatakan muncul dari sapi yang sakit. Untuk kasus di Yogyakarta semua daerah yang terkena pun sudah dilakukan isolasi. Ada dua daerah yang kena sudah diisolasi dan sapi yang terkena antraks pun sudah dimusnahkan. Begitu pagi Kementeriannya menerima laporan, siangnya langsung terjunkan tim dan buat posko penanganan hingga saat ini.
Oleh karena itu, masyarakat tidak perlu khawatir atau menjadi ragu untuk mengonsumsi daging sapi. Sebab jika daging sapi dimasak dalam suhu tertentu tidak akan ada mengakibatkan penyakit ini. Bahkan perkembangan munculnya penyakit ini juga terus dipantau. “Kita akan mewaspadai dan mengantisipasi sejak dini. Karena langkah yang penanganan paling bagus dilakukan adalah upaya preventif dan jangan kuratif,” tegasnya.