REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Pendekatan geographic pricing menjadi solusi alternatif yang bisa ditempuh pemerintah untuk merealisasikan kebijakan semen satu harga di seluruh Indonesia. Menurut Praktisi Logistik dari Pusat Pengkajian Logistik dan Rantai Pasok Institut Teknologi Bandung (ITB), Senator Nur Bahagia, konsekuensinya pemerintah harus melakukan intervensi dalam penentuan harga jual semen.
"Semen satu harga bisa direalisasikan melalui pembenahan menyeluruh, mulai dari kebijakan hingga infrastruktur," ujar Senator pada Focus Group Discussion (FGD) “Membangun Seamless Logistics untuk Memperkecil Disparitas Harga Komoditas Pokok dan Strategis antara Papua dan Pulau Jawa,” di Gedung Graha Pos Indonesia, Senin (23/1).
Senator mengusulkan dua alternatif geographic pricing. Alternatif pertama, menunjuk satu perusahaan semen untuk mengelola satu wilayah. Kedua, menunjuk beberapa perusahaan untuk mengelola suatu kawasan, dengan mengunakan sistem kluster.
Namun, kata dia, alternatif kedua lebih banyak keunggulannya. Pada alternatif pertama, perusahaan tentu akan lebih tertarik mengelola wilayah di Jawa. Sementara alternatif kedua, akan terbentuk iklim usaha kompetitif yang positif. "Semen adalah komuditas strategis yang menguasai hajat hidup orang banyak, sehingga intervensi pemerintah halal dilakukan," katanya.
Sementara menurut Direktur Utama PT Pos Indonesia, Gilarsi W Setijono, pemanfaatan idle capacity cargo maskapai nasional bisa menjadi solusi untuk semen. Selama ini, penggunaan idle capacity tersebut sudah dilakukan untuk komoditas kebutuhan pokok.
"Sekarang bisa kita aplikasikan untuk semen. Dengan demikian, biaya logistik semen bisa dipangkas, sehingga disparitas harganya bisa dipangkas, tidak terlalu tinggi," katanya.
Menurut Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri, Kementerian Perdagangan Oke Nurwan, saat ini disparitas harga semen di Indonesia sangat tinggi. Harga satu sak semen di Pulau Jawa berada pada kisaran Rp 70 ribu sedangkan di Jayapura Rp 85 ribu.
Namun di wilayah Pegunungan Papua, seperti Wamena, harganya bisa mencapai Rp 800 ribu sampai Rp 2,5 juta per sak. “Wamena merupakan contoh paling ekstrem," katanya.
Indonesia, kata dia, terdiri dari 17.500 pulau, yang sudah terpantau ada 160-200 tempat dari yang berpenduduk sekitar 6.000 pulau. Minimal, yang berpenduduk dulu yang terdeteksi disparitasnya. "Sejauh ini kami baru mencoba mengurangi disparitasnya dengan 40 pelabuhan dan enam trayek gerai maritim. Itu baru dari sisi transportasi,” katanya.