Selasa 24 Jan 2017 10:30 WIB

Keutamaan Menghargai Takmir Masjid

Rep: Yusuf Assidiq/ Red: Agung Sasongko
Petugas Marbot sedang membersihkan masjid. (ilustrasi)
Foto: www.akumassa.org
Petugas Marbot sedang membersihkan masjid. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Alkisah, dizaman Rasulullah SAW hiduplah seorang perempuan tua berkulit hitam dan miskin. Muslimah yang solehah itu bernama Ummu Mihjan. Sebuah riwayat sahih menyebutkan, ia adalah penduduk kota Madinah.

Ketika banyak kaum Muslim berlomba-lomba menyumbangkan hartanya untuk  syiar Islam, Ummu Mihjan bersedih hati.  Dalam hatinya, dia ingin berbuat serupa. Tapi apa daya, kemiskinan serta usia tua seolah menghalanginya. Tapi tekadnya sudah bulat, ia harus melakukan sesuatu yang bisa dilakukan demi tegaknya agama Allah SWT.

Lalu, Ummu Mihjan berinisiatif untuk menjaga kebersihan masjid Rasulullah SAW. Setiap hari, ia menyapu halaman dan ruangan dalam masjid, mengumpulkan serta membuang sampah, dan banyak lagi.

Hal itu dilakukan karena dia sadar keutamaan masjid sebagai tempat ibadah umat Islam. Di masa itu, masjid berperan vital dalam pengembangan syiar agama, mempererat ukhuwah, merancang strategi perang, dan pembinaan aspek sosial kemasyarakatan.

Sehingga, kebersihan masjid harus betul-betul dijaga. Terlebih lagi, segenap umat Islam, termasuk Ummu Mihjan tahu di masjidnya, Rasulullah senantiasa memimpin shalat berjamaah, juga menggelar majelis ilmu untuk menyampaikan wahyu serta hadis kepada para sahabat.

Karenanya, Ummu Mihjan pun tidak merasa minder atau rendah diri dengan  apa yang dilakukannya. Justru sebaliknya, Rasulullah senantiasa memberikan perhatian yang besar kepadanya.

Wanita mulia ini bekerja di masjid Nabi untuk beberapa lama. Hingga pada satu malam, Ummu Mihjan meninggal dunia. Satu riwayat menyebutkan, ketika mengetahui hal itu, beberapa sahabat kemudian membawa jenazahnya kepada Rasulullah SAW.  Namun Nabi SAW telah tidur.

Tidak ingin membangunkan Nabi, para sahabat akhirnya menshalatkan dan menguburkan Ummu Mihjan di pekuburan Baqi'. Pagi harinya, Rasulullah heran karena tidak dilihatnya Ummu Mihjan di masjid beliau.  Merasa kehilangan, Rasulullah bertanya kepada para sahabat, ''Di manakah Ummu Mihjan?'' Dan para sahabat menjawab bahwa Ummu Mihjan telah tiada.

Rasulullah kemudian bersabda, ''Tunjukkanlah padaku di mana kuburannya?'' Mereka pun menunjukkannya. Dan pergilah Rasulullah ke kuburan Ummu Mihjan, lalu menshalatkannya, seperti diriwayatkan Abu Hurairah.

Selesai shalat beliau bersabda, ''Pekuburan ini penuh dengan kegelapan yang menimpa para penghuninya, dan Allah menerangi mereka berkat shalatku.'' (HR Bukhari dan Muslim)

Kisah di atas menunjukkan betapa besar perhatian dan penghargaan Rasulullah SAW terhadap Ummu Mihjan, sang petugas kebersihan masjid Nabi. Pada zaman ini, apa yang dilakukan wanita mulia itu memiliki sebutan tersendiri, yakni marbot masjid.

Marbot tak sekadar bertugas menjaga kebersihan masjid, namun juga menjaga keamanannya, merawat segala fasilitas dan bangunan masjid selama 24 jam setiap hari. Bahkan ada kalanya marbot pula yang mengumandangkan adzan saat waktu shalat fardhu tiba.

Sebenarnya, menukil beberapa riwayat, di masjid Nabi, juga seorang petugas lagi yang khusus membersihkan dan mengharumkan ruangannya dengan dupa yang dibakar. Orang itu bernama Nu'aim.

Menjaga kebersihan masjid sesungguhnya tidak dilaksanakan di masjid Nabi SAW saja. Akan tetapi, hendaknya juga dilakukan di masjid-masjid lainnya. Sebagaimana hadis riwayat at Tirmizi, bahwa Rasulullah menganjurkan pembangunan masjid sekaligus memakmurkan dan menjaga kebersihannya.

Nabi juga memerintahkan agar semua tempat melepaskan hajat ditutup rapat-rapat pintunya, dan larangan keras terhadap siapa pun yang meludah dan mengotori masjid.

Dari penjelasan pada buku /Rasulullah Manusia Tanpa Cela/, membersihkan masjid dari kotoran sekecil apapun, akan memperoleh imbalan pahala yang besar. Amalan ini bertujuan supaya masjid sebagai tempat ibadah, tetap terjaga kebersihan dan kesuciannya. Jadi, tugas marbot sangatlah mulia dalam pandangan Islam

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمَا تَفَرَّقُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْرِثُوا الْكِتٰبَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيْبٍ
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para nabi) karena kedengkian antara sesama mereka. Jika tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dahulunya dari Tuhanmu (untuk menangguhkan azab) sampai batas waktu yang ditentukan, pastilah hukuman bagi mereka telah dilaksanakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang mewarisi Kitab (Taurat dan Injil) setelah mereka (pada zaman Muhammad), benar-benar berada dalam keraguan yang mendalam tentang Kitab (Al-Qur'an) itu.

(QS. Asy-Syura ayat 14)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement