REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat hukum pidana dari Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar meminta polisi terlebih dahulu memastikan ada atau tidaknya unsur penghinaan yang dilakukan Nurul Fahmi (NF) dalam kasus pencoretan bendera merah putih sebelum dilakukan penangkapan. Sebab, larangan mencoret yang dimaksud Undang-Undang Nomor 24 tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa dan Lagu Kebangsaan adalah untuk melecehkan, merendahkan atau menghina bendera kebangsaan.
"Apa benar yang dilakukan NF itu melecehkan, merendahkan, atau menghina bendera lambang negara? Nyatanya NF membawa dan mengibar-ngibarkan dengan bangga bukan menginjak-injak," kata Fickar saat dihubungi Republika.co.id, Selasa (24/1).
Menurut Fickar, tidak sewajarnya NF dipidana dan ditahan oleh polisi. Dia menilai tidak ada niatan dari NF untuk melecehkan bendera Merah Putih."Saya tidak melihat NF mau melecehkan (bendera merah putih), bahkan dia bangga mengibar-ngibarkan. Memurut saya jika pun benar yang dibawa NF itu bendera seperti yang dikatakan UU, tidak ada unsur melecehkan, tidak ada pidananya dan tidak harus ada tersangka dan penahananya," terang Fickar.
Fickar menambahkan, sebelum dilakukan penangkapan, polisi juga mestinya memastikan terlebih dahulu apakah yang dibawa NF itu benar-benar bisa dikatakan bendera. Sebab, berdasarkan pasal 4 Undang-Undang Nomor 24 tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa dan Lagu kebangsaan menyatakan, apa yang disebut bendera itu adalah kain merah putih yang ukuran lebar kali panjangnya memiliki perbandingan 2:3 serta dibuat dari bahan yang tidak luntur.
Seperti contoh, bendera untuk Istana berukuran 200x300 centimeter, lapangan umum 120x180 centimeter, ruangan 100x150 centimeter, mobil Presiden 36x54 centimeter, kendaraan umum 20x30 centimeret dan lain sebagainya.
"Apakah bendera yang dibawa NF itu termasuk kriteria bendera? Karena tidak semua kain merah putih bisa disebut bendera," ucap Fickar.
(Baca Juga: Penerapan Aturan Soal Bendera Negara Jangan Tebang Pilih)