REPUBLIKA.CO.ID, BAGHDAD -- Pejabat Irak, Senin (23/1), mengatakan pasukan pemerintah telah merebut kendali penuh atas Mosul timur, 100 hari setelah dimulainya kampanye dukungan Amerika Serikat untuk menyingkirkan ISIS dari kota itu.
Juru bicara parlemen Sheikh Humam Hamoudi mengumumkan direbutnya bagian timur kota itu, yang merupakan markas terakhir ISIS di Irak, setelah mengikuti pertemuan dengan Perdana Menteri Haider Al Abadi. "Kami menyelesaikan pembebasan keseluruhan tepi kiri Mosul dan ini merupakan anugerah bagi rakyat Irak," ujar Humam Hamoudi dalam sebuah pernyataan, mengutip Abadi dalam pertemuan itu.
Juru bicara militer Brigadir Jenderal Yahya Rasool mengatakan militer pada Ahad memasuki Rashidiya, wilayah terakhir yang diduduki para militan di bagian timur sungai Tigris. Sejumlah operasi pembersihan masih dilaksanakan untuk menyingkirkan sisa-sisa militan di sejumlah persembunyian di bagian utara, kata dia dalam sebuah pernyataan.
Seorang warga Rashidiya mengatakan militer menyerbu wilayah itu setelah serangan udara yang menghancurkan sebuah tank dan bom mobil yang dipersiapkan oleh para militan untuk menyerang pasukan. Salah satu penduduk Zanjali, sebuah wilayah di bagian barat Mosul, mengatakan para militan ISIS datang dari bagian kiri dan mencoba mencari rumah di bagian kanan, melarikan diri dari pergerakan pasukan pemerintah.
Warga meminta tidak dicantumkan namanya dikarenakan para militan membunuh siapa pun yang berbicara dengan dunia luar. Pasukan Irak melancarkan aksi mulai 17 Oktober lalu untuk merebut kembali Mosul dari kelompok sunni garis keras, yang merebut kota itu pada 2014, menyatakan "kekhalifahan" dari Masjid Agung yang juga mencakup sejumlah bagian Suriah, yang dipimpin Abu Bakr Al Baghdadi.
Para Militan Terpojok
Kementerian Pertahanan sebelumnya pada Senin mengeluarkan pernyataan yang menyebutkan perebutan Mosul sepenuhnya, menambahkan Abadi akan mengeluarkan pernyataan resmi nantinya. Pernyataan itu kemudian dihapus dari laman resmi kementerian.
Sebuah koalisi pimpinan AS memberikan bantuan udara dan darat kepada pasukan Irak. Bagian barat Mosul cukup sulit untuk direbut daripada bagian timur dikarenakan wilayah itu dikelilingi jalanan yang terlalu sempit untuk dilewati kendaraan berat.
Para militan diperkirakan akan melakukan perlawanan saat mereka terpojokkan di sebuah wilayah kecil di kota bagian utara Irak. Mosul memiliki kepadatan penduduk sekitar dua juta jiwa sebelum perang terjadi, dan sekitar 750 ribu orang diperkirakan tinggal di bagian barat Mosul.
Lebih dari 160 ribu orang telah mengungsi sejak konflik dimulai, menurut data PBB. PBB menyampaikan kekhawatiran mendalam atas nasib para penduduk di bagian barat Mosul sebelum konflik terjadi nantinya.
"Laporan dari dalam Mosul barat itu meresahkan. Harga makanan pokok dan perlengkapan melonjak, banyak keluarga yang tidak memiliki pendapatan hanya makan satu kali sehari. Beberapa bahkan terpaksa membakar perabotan untuk menghangatkan diri," Lise Grande, koordinator kemanusiaan untuk Irak mengatakan dalam sebuah pernyataan.
Pertempuran untuk Mosul melibatkan 100 ribu prajurit Irak, anggota pasukan keamanan Kurdi dan milisi Syiah, dan menjadi operasi darat terbesar di Irak sejak invasi AS pada 2003 lalu. Pasukan Irak memperkirakan jumlah militan yang berada di dalam kota berjumlah lima hingga enam ribu orang saat operasi mulai dilakukan tiga bulan lalu, dan mengatakan sekitar 3.300 orang telah tewas dalam pertempuran.
Para militan meledakkan Hotel Mosul, sebuah hotel besar di Mosul barat pada Jumat, yang diduga sebagai usaha untuk mencegah digunakannya lokasi itu oleh pasukan Irak sebagai markas atau penempatan penembak jitu saat konflik berpindah ke bagian barat Sungai Tigris.
Stasiun televisi nasional mengatakan pihak militer telah membangun jembatan sementara di sepanjang sungai Tigris di bagian selatan Mosul agar pasukan dapat menyeberangi dan bersiap untuk menyerang bagian barat. Lima jembatan permanen di kota itu rusak dikarenakan serangan udara pimpinan AS dan kelompok ISIS meledakkan dua jembatan lainnya.