REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Pemerintah pusat tetap memonitor kebijakan-kebijakan yang dijalankan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump setelah dilantik pekan lalu. Salah satu yang dianggap bisa menjadi peredam gejolak ekonomi global agar tak merembet ke dalam negeri adalah Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang kredibel. APBN harus dijaga agar tetap memberikan kepercayaan pasar bahwa kondisi dalam negeri "baik-baik saja".
Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Suahasil Nazara menjelaskan, APBN yang kredibel diwujudkan dengan memastikan target-target penerimaan bisa tercapai dan belanja negara bisa berjalan sesuai alokasinya. Selain itu, bila tahun lalu pemerintah terpaksa memangkas anggarannya sendiri dan menunda transfer ke daerah, maka tahun ini sebisa mungkin tidak dilakukan kebijakan serupa.
"Tahun ini nggak ada kaget-kaget itu (pemangkasan anggaran) memberi confident bagi perekonomian. Itu tugas Kemenkeu," kata Suahasil ditemui di Kementerian Keuangan, Jakarta, Selasa (24/1).
Sesuai dengan asumsi makro yang tertuang dalam APBN 2017, pertumbuhan ekonomi tetap ditargetkan di angka 5,1 persen. Angka ini belum ada revisi semenjak Trump dilantik sebagai Presiden AS. Sementara itu, angka inflasi juga diproyeksikan di kisaran 4 persen. Sementara nilai tukar rupiah, dengan adanya potensi gejolak ekonomi global, maka diproyeksikan bisa menyentuh Rp 13.400 per dolar AS. Meski begitu, secara tahunan tetap nilai tukar rupiah dipatok di angka Rp 13.300 per dolar AS. "Ada potensi masukannya tambahan penerimaan. Dari bulan ke bulan kami antisipasi," kata Suahasil.
Di sisi lain, pertumbuhan ekonomi diperkirakan masih bergantung pada konsumsi rumah tangga. Sementara pemerintah menargetkan adanya kenaikan investasi di tahun ini. Secara sektoral, Suahasil menyebutkan bahwa sektor pertanian berpotensi mengalami peningkatan, selepas adanya fenomena EL Nino 2015 lalu.
Sedangkan kinerja perdagangan juga diyakini akan mengalami peningkatan seiring dengan perbaikan harga komoditas perkebunan dan pertambangan. Meski begitu, pemerintah tetap memperhatikan adanya efek Trump yang bisa membuat permintaan dari pasar AS menurun. "Eropa begitu Jepang wait and see AS kelihatannya membaik. Moga-moga membaik," ujar dia.