REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengumumkan Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) 2016. Hasilnya, indeks literasi keuangan sebesar 29,66 persen dan indeks inklusi keuangan sebesar 67,82 persen.
Tahun ini, survei pun pertama kalinya mengukur tingkat literasi dan inklusi keuangan syariah 2016. Hasilnya, indeks literasi keuangan syariah sebesar 8,11 persen lalu indeks inklusi keuangan syariah 11,06 persen. Hal itu berarti, pemahaman masyarakat terhadap layanan dan produk keuangan syariah masih rendah.
Direktur Penelitian, Pengembangan, Pengaturan, dan Perizinan Perbankan Syariah OJK Deden Firman Hendarsyah mengatakan, ke depannya pemahaman masyarakat terhadap jasa dan layanan keuangan syariah akan ditingkatkan. "Potensi masih sangat besar. Jadi ada keinginan kami untuk memperbesar," ujarnya, di Jakarta, Selasa, (24/1).
Anggota Dewan Komisioner OJK Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen Kusumaningtuti S Soetiono mengatakan, hasil survei mencakup indeks literasi dan inklusi keuangan per provinsi dan per sektor jasa keuangan. Baik untuk sektor jasa keuangan konvensional maupun syariah.
Ia menyebutkan, indeks inklusi keuangan syariah tertinggi di Aceh yakni mencapai 41,45 persen. Dengan indeks literasi keuangan syariahnya 21,09 persen. Sedangkan indeks literasi terendah di Nusa Tenggara Timur yakni 0 persen. Meski begitu, tingkat inklusi keuangan syariahnya mencapai 4,82 persen.
"Secara sektoral, indeks literasi keuangan syariah tertinggi masih di perbankan dengan 6,63 persen. Sedangkan inklusi keuangan syariah perbankan mencapai 9,61 persen," ungkap Kusumaningtuti.
Ia menyatakan, saat ini masyarakat masih menganggap risiko bukan fokus utama. Menurutnya, masyarakat sekarang lebih mengutamakan return yang besar, maka dari itu OJK akan terus melakukan edukasi ke berbagai daerah agar masyarakat tak salah pilih dalam menginvestasikan uangnya.