REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan dan Kosmetika (LPPOM) Majelis Ulama Indonesia (MUI) Lukmanul Hakim, menampis dugaan yang telah menjadi pomelik besar bahwa LPPOM MUI merupakan lembaga terkaya di Indonesia dengan uang sebesar Rp 480 triliun. Dia menegaskan, perhitungan yang dilakukan dengan mengkalikan jumlah produk yang disertifikasi dengan biaya setiap proses sertifikasi salah, karena seharusnya pengkalian dilakukan atas jumlah sertifikat bukan jumlah produk.
"Jadi, informasi itu menyesatkan dan tidak benar. Dan jumlah sertifikat yang ada sebanyak 1.788, tinggal dikalikan biaya proses sertifikasi," ujar Lukmanul, Rabu (25/1).
Dikatakannya, saat ini, banyak isu jika proses sertifikas halal lama, bertele-tele dan terkesan sangat sulit, terutama mereka yang belum mengajukan proses sertifikasi. Lukman mengingatkan, standar sertifikasi halal di Indonesia termasuk yang paling tinggi di dunia karena MUI menganut prinsip ikhtiati, tapi dengan proses sertifikasi cuma 80 hari dan akan terus ditingkatkan.
"Mudah-mudahan di Indonesia halal lebih merata dan menyeluruh di seluruh negeri, baik bagi industri besar, kecil dan mikro, dan mudah-mudahan menjadi karya kita semua untuk bangsa dan negara," kata Lukmanul.
Lukman juga mengungkapkan kegamangan soal UU Jaminah Produk Halal (JPH). Pasalnya, UU JPH menulis biaya sertifikasi halal Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) dibebankan ke negara. "Karenanya, LPPOM MUI bekerja sama dengan bank-bank syariah dan berbagai perbankan syariah dengan skema pembiayaan sertifikasi halal. Tujuannya agar tidak ingin negara mendapatkan beban untuk sertifikasi UMKM," kata Lukmanul.