Rabu 25 Jan 2017 13:50 WIB

Isu Soal Kekayaan LPPOM MUI Rp 480 T, Lukmanul: Itu Menyesatkan

Rep: Wahyu Suryana/ Red: Agus Yulianto
 Direktur LPPOM MUI Lukmanul Hakim
Foto: Republika/ Yasin Habibi
Direktur LPPOM MUI Lukmanul Hakim

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan dan Kosmetika (LPPOM) Majelis Ulama Indonesia (MUI) Lukmanul Hakim, menampis dugaan yang telah menjadi pomelik besar bahwa LPPOM MUI merupakan lembaga terkaya di Indonesia dengan uang sebesar Rp 480 triliun. Dia menegaskan, perhitungan yang dilakukan dengan mengkalikan jumlah produk yang disertifikasi dengan biaya setiap proses sertifikasi salah, karena seharusnya pengkalian dilakukan atas jumlah sertifikat bukan jumlah produk.

"Jadi, informasi itu menyesatkan dan tidak benar. Dan jumlah sertifikat yang ada sebanyak 1.788, tinggal dikalikan biaya proses sertifikasi," ujar Lukmanul, Rabu (25/1).

Dikatakannya, saat ini, banyak isu jika proses sertifikas halal lama, bertele-tele dan terkesan sangat sulit, terutama mereka yang belum mengajukan proses sertifikasi. Lukman mengingatkan, standar sertifikasi halal di Indonesia termasuk yang paling tinggi di dunia karena MUI menganut prinsip ikhtiati, tapi dengan proses sertifikasi cuma 80 hari dan akan terus ditingkatkan.

"Mudah-mudahan di Indonesia halal lebih merata dan menyeluruh di seluruh negeri, baik bagi industri besar, kecil dan mikro, dan mudah-mudahan menjadi karya kita semua untuk bangsa dan negara," kata Lukmanul.

Lukman juga mengungkapkan kegamangan soal UU Jaminah Produk Halal (JPH). Pasalnya, UU JPH menulis biaya sertifikasi halal Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) dibebankan ke negara. "Karenanya, LPPOM MUI bekerja sama dengan bank-bank syariah dan berbagai perbankan syariah dengan skema pembiayaan sertifikasi halal. Tujuannya agar tidak ingin negara mendapatkan beban untuk sertifikasi UMKM," kata Lukmanul.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement