REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Hafshah, demikian nama singkat yang dimiliki putri Khalifah Umar bin al-Khatthab. Hafshah dikenal sebagai sosok perempuan yang cerdas. Ia dikaruniai kemampuan yang tak lazim dimiliki oleh perempuan semasanya, yaitu mahir menulis dan membaca. Bagi ukuran perempuan di masa itu, ia dikenal pemberani. Karakter itu merupakan warisan dari sang ayah.
Sikap itu diakui oleh Aisyah. Ia melukiskan sifat Hafshah sama dengan Umar bin Khatthab. Dalam hal keberanian, beliau memiliki kepribadian yang kuat dan ucapan yang tegas.
Ketika itu, pascameninggalnya Umar bin Khatthab muncul ketegangan politik internal kaum Muslimin. Aisyah memintanya membela Usman dan mendukung kekhalifahannya. Namun, permintaan itu ditolak oleh Hafshah. Ia lebih memilih beribadah, terutama berpuasa dan shalat malam hingga akhir hidupnya.
Hafshah dilahirkan pada tahun yang sangat terkenal dalam sejarah orang Quraisy. Saat Nabi Muhammad memindahkan Hajar Aswad ke tempatnya semula, Ka’bah. Kelahiran itu terjadi di Makkah, 18 tahun sebelum peristiwa hijrah. Tepat lima tahun sebelum Nabi Muhammad SAW di utus sebagai Rasul.
Dalam sebuah riwayat disebutkan, ketika itu Ka’bah pernah dibangun kembali setelah roboh diterjang banjir. Tahun yang sama, saat Fathimah az-Zahra putri bungsu Rasulullah, dilahirkan . Diriwayatkan, beberapa hari setelah Fathimah lahir, istri Umar bin Khatthab, Zainab binti Madh’un melahirkan Hafshah. Umar sempat cemas karena pada zaman itu kelahiran bayi perempuan di anggap membawa aib keluarga.
Diperistri Rasulullah
Hafshah belia menikah dengan Khunais bin Hudzafah as-Saham. Ia adalah anggota pasukan perang Muslim yang berani. Khunais ikut berperang melawan orang-orang musyrik Quraisy pada Perang Badar di Madinah. Di perang tersebut, ia mengalami luka yang cukup parah hingga akhirnya syahid dan meninggal dunia. Selama sakit, Hafshah selalu setia mendampingi dan merawat suami nya.
Sepeninggal suaminya tersebut, Umar bin al-Khattab merasa prihatin dan iba dengan kondisi anaknya tersebut. Ketika itu, usia Hafshah masih 18 tahun.
Sang Ayah pun mencarikan pengganti Khunais. Ia sempat meminta Abu Bakar, Ali bin Thalib, dan Usman bin Affan agar berkenan mempersunting anaknya. Namun, Allah berkehendak lain, janda Khunais ini, lalu menikah dengan Nabi Muhammad pada 625 M. Sejak itulah, Hafshah menjadi dekat dengan salah satu istri Nabi, yaitu Aisyah yang usianya hampir sebaya.
Ada beberapa riwayat yang melukiskan keistimewaan dari Hafshah. Di antaranya, Hafshah perempuan yang dibela oleh malaikat Jibril. Rasulullah pernah bermaksud menceraikan Hafshah, tapi Jibril mengatakan kepada Beliau, “Jangan kamu menceraikan dia, sesungguhnya dia adalah wanita yang gemar berpuasa dan menunaikan shalat malam, dan sesungguhnya dia adalah istrimu di surga.”
Tugas besar
Hafshah dikenal memiliki kapasitas keilmuan, pemahaman, dan ketakwaan yang sangat luas. Ketika ayahnya diangkat menjadi khalifah menggantikan Abu Bakar, tidak jarang Umar bertanya kepada putri nya itu tentang berbagai hukum agama.
Setelah Rasulullah wafat, Hafshah menjalankan tugas mulianya, yaitu menghafal dan melestarikan tulisan asli Alquran yang terkumpul dalam shuhuf atau lembaranlembaran pelepah kurma. Ia terpilih karena merupakan satu-satunya istri yang pandai membaca dan menulis. Di ma sa Rasulullah, Alquran terjaga di dalam dada dan dihafal oleh para sahabat
Di masa khalifah Abu Bakar, para penghafal Alquran banyak yang gugur dalam peperangan. Kondisi seperti itu mendorong Umar bin Khatthab mendesak Abu Bakar agar mengumpulkan ayat-ayat Al quran yang tercecer. Abu Bakar sempat khawatir tindakan itu tak lazim dan mengada-ada. Di zaman Rasulullah, hal tersebut tidak pernah dilakukan.
Atas desakan Umar tersebut, Abu Bakar akhirnya me minta Hafshah mengumpulkan Al quran dalam shuhuf tersebut. Tidak sampai di situ, putri dari Umar ini mendapat tugas mu lia, menyimpan dan me melih ara Alquran. Mushaf asli Al qur an itu berada di rumah Haf shah hingga beliau meninggal dunia.
Khalifah Usman menggunakan shuhuf tersebut seba gai acuan dalam penulisan mus haf stan dar Usmani. Selain mengumpulkan ayat-ayat Quran yang asli, Hafshah ma suk jajaran perawi hadis Ra sulullah. Ada 60 hadis dari Nabi, 10 di antara nya terdapat dalam Kitab Shahih Bukhari dan Muslim.