REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar Hukum Tata Negara, Prof Dr Yusril Ihza Mahendra menilai pemberian grasi kepada Antasari Azhar sudah sewajarnya. Seharusnya grasi yang diberikan Presiden adalah "grasi demi hukum", bukan grasi biasa karena permohonan terpidana.
"Walau sekarang Pak Antazari sudah bebas bersyarat, grasi yang diberikan memang sewajarnya," kata Yusril, Rabu (25/1).
Baca: Kisah Nurul Fahmi, Ditangkap Jelang Shalat Malam dan tak Diizinkan ke Toilet oleh Polisi
Kepada Republika lewat pesan singkatnya, Yusril mengemukakan, semasa dalam tahanan Pak Antasari pernah mendiskusikan grasi itu dengannya. Waktu itu kata Yusril, perasaannya berat menyetujuinya, karena khawatir masyarakat mengira permohonan grasi itu sebagai pengakuan atas dakwaan jaksa, padahal beliau tdk melakukannya.
"Namun waktu itu, seperti tidak ada jalan lain untuk mengakhiri status beliau kecuali mengajukan grasi. Beliau sudah dua kali mengajukan PK dan dua-duanya ditolak Mahkamah Agung," kata Yusril.
Grasi demi hukum dikenal dalam ilmu hukum sebagai tindakan yang dilakukan oleh Presiden, bukan sebuah intervensi kepada badan peradilan. Grasi demi hukum jelas Yusril, merupakan satu-satunya cara yang dapat ditempuh Presiden untuk membebaskan seseorang dari hukuman, karena menyadari adanya ketidakadilan dalam prosed peradilannya.
"Tapi grasi yang sekarang diberikan oleh Presiden, nampaknya bukan grasi demi hukum seperti yang saya katakan, tetapi grasi biasa atas permohonan terpidanal" katanya.
Namun jelas Yusril, dia tetap menghargai grasi yang diberikan Presiden kepada Pak Antasari, walau sebutnya grasi itu terlambat diberikan. Pak Antasari kata Yusril, sekarang sudah bebas bersyarat setelah menjalani lebih separuh dari pidananya. "Waktu selama itu, telah memberikan penderitaan yang luar biasa kepada Pak Antasari," kata Yusril.
Baca: Jokowi Tekankan Ketegasan Penegakan Hukum Atasi Penyelundupan