REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pelaksana tugas (Plt) Inspektur Jenderal Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Sri Wahyuningsih mengatakan para kepala inspektorat daerah, masih banyak yang takut melaporkan praktik jual beli jabatan yang terjadi di daerah pengawasan mereka.
"Jual beli jabatan ini memang ada di beberapa daerah. Sebenarnya ada inspektorat yang sudah tahu, tapi mereka kerap terbentur adanya ketakutan, sehingga tidak bisa berbuat apa-apa karena posisi mereka masih di bawah kepala daerah," ujar Sri Wahyuningsih di Ancol, Jakarta, Rabu (25/1).
Ia menjelaskan menurut UU No 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintah Daerah, kepala inspektorat di daerah diangkat dan diberhentikan oleh kepala daerah, serta bertanggung jawab kepada kepala daerah melalui sekretaris daerah (Sekda).
Apalagi, eseloneringnya juga berada di bawah Sekda, sehingga secara struktur dan kinerja hal ini menyebabkan inspektorat daerah menjadi tidak independen dalam melaporkan tindakan kepala daerah yang merugikan negara.
Namun, menurutnya saat ini ketakutan tersebut sudah dapat ditinggalkan para kepala inspektorat daerah, karena mereka dapat langsung melaporkan tindakan jual beli jabatan itu kepada Itjen Kemendagri.
"Kalau memang disinyalir ada jual beli jabatan bisa langsung dilaporkan ke Kemendagri, sehingga kita akan bersinergi dengan Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) dan Badan Kepegawaian Negara (BKN) untuk sama-sama membatalkan surat keputusan yang sudah ditetapkan kepala daerah," terangnya.
Sri Wahyuningsih menuturkan kasus terbaru yang terjadi di Kabupaten Klaten, Jawa Tengah, merupakan salah satu contoh praktik korupsi dalam bentuk jual beli jabatan yang begitu masif, dan terjadi pada hampir 800 formasi jabatan.
"Saat ini, kasus jual beli jabatan masuk dalam agenda pengawasan Kemendagri pada 2017. Selain itu, format kelembagaan untuk membuat inspektorat daerah independen juga sedang dicari, penyetaraan eselonering menjadi salah satu alternatif," katanya.