REPUBLIKA.CO.ID, TORONTO -- Lebih dari seratus tahun lalu, Toronto pernah disebut dengan Kota Gereja. Namun, seiring waktu populasi Kristen menurun, sementara imigran Muslim tengah berjuang menemukan lahan terjangkau.
"Kami ingin mempertahankan dan melindungi iman kami, kami ingin menyampaikan kalau untuk anak-anak kami, kami ingin mereka menjadi warga negara Kanada yang baik," kata Imam Said Rageah seperti dilansir City News, Kamis (26/1).
Setidaknya, Masjid Sakinah memiliki 3.000 jamaah yang tentu membutuhkan ruang besar untuk sekolah dan pusat komunitas. Menurut dokumen resmi, pada 3 Mei 2013 masjid mendapatkan tawaran di atas bangunan industri Scarborough seharga 4,6 juta dolar, dengan 200.000 dolar deposito.
Enam hari setelah persetujuan atau 9 Mei 2013, dewan kota mengadopsi peraturan zonasi baru. Karena peraturan tersebut, tanah dikategorikan sebagai kawasan industri dan tempat-tempat ibadah tidak diizinkan.
Sakinah Community Centre sempat pindah dan beroperasi selama dua tahun, sampai pada akhirnya kota menutupnya karena melanggar peraturan perapian. Sekarang, mereka tengah berjuang membeli properti lain di zona komersial atau perumahan dengan harga yang sangat tinggi.
"Dengan peraturan baru yang diterapkan Dewan Kota Toronto, mereka membunuh kami, ini adalah akhir dari organisasi berbasis agama," ujar Rageah.
Ia menerangkan, hingga saat ini Masjid Sakinah sangat sulit untuk mendapat kode bangunan. Sedangkan, pemimpin agama lain memberikan dukungan terhadap pembangunan Masjid Sakinah, termasuk perjuangan komunitas Muslim melawan Dewan Kota.
"Kami telah mendengar tentang itu dan kami sedikit tersinggung atau agak kecewa," kata Kevin Moore dari United Church of Canada.
Ia menambahkan, jika mereka (Masjid Sakinah) harus pindah kilometer jauhnya dari kota, itu akan mengasingkan konstutien mereka. Menurut Moore, keputusan pemberlakuan peraturan itu akan memiliki implikasi yang besar, yang mungkin terjadi di masa depan.