REPUBLIKA.CO.ID, TASIKMALAYA -- Presiden Direktur JNE Mohamad Feriadi tak menampik jika ada potensi perusahaannya menjadi sarana pengiriman barang terlarang. Tetapi pihak JNE berusaha mencegah terjadinya hal itu lewat peningkatan keamanan internal dan kerja sama dengan kepolisian serta Badan Narkotika Nasional (BNN).
Ia memastikan setiap barang yang dikirim melalui JNE selalu melewati proses pemeriksaan keamanan menggunakan peralatan modern. Sehingga jika ada pengirim yang berani mencoba mengirim barang terlarang seperti narkoba maka akan langsung ketahuan.
Ia mengingatkan bagi pengirim dan penerima barang semacam itu akan segera ditindak ke pihak Kepolisian. "Kami ada X-ray jadi bisa deteksi ketika customer kirim barang. Kalau ada yang coba-coba kirim maka pengirim dan penerima akan ketahuan. Sebab secara brand akan merugikan kami kalau jadi alat pengedar narkoba. Tidak ada tolerir bagi kami," katanya dalam peresmian kantor cabang utama Tasikmalaya, Kamis (26/1).
Mengenai beredarnya narkoba jenis gorila yang tengah marak, pihak JNE mengaku sudah berkoordinasi dengan BNN. Ketika beraudiensi dengan salah satu deputi BNN, JNE mengakui adanya potensi ditunggani pengirim narkoba.
Sehingga sebagai tindaklanjut, pria yang juga menjabat Ketua Asosiasi Perusahaan Jasa Ekspres Indonesia (Asperindo) ini mendorong dibuatnya payung hukum khusus penindakan barang terlarang saat pengiriman. Diharapkan, pihak penyedia jasa pengiriman akan memberlakukan pembukaan barang di tempat jika disinyalir sebagai barang terlarang.
"Antisipasinya kami ada SOP-nya boleh dibuka di pengirim, tapi nanti di asosiasi (Asperindo) juga ada payung hukum manakala ada temuan di masing-masing anggota asosiasi bisa dibuka, payung hukum ini rencananya 12 April bisa terwujud," ujarnya.