REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah menilai tantangan dalam menjaga inflasi di tahun ini lebih besar. Terutama, komponen inflasi yang disumbang oleh administered prices atau harga yang diatur pemerintah seperti tarif listrik dan harga Bahan Bakar Minyak (BBM). Belum lagi, tekanan inflasi dari harga pangan bergejolak (volatile foods) yang juga memiliki peranan besar menaikkan inflasi.
Menteri Keuangan Sri Mulyani menjelaskan, tantangan untuk menjaga inflasi tetap rendah di tahun ini, terutama yang berasal dari administered prices, bakal diimbangi dengan menjaga harga bahan pokok. Terlebih, kebijakan soal pengalihan subsidi untuk listrik sudah disetujui oleh parlemen dan kebijakan kenaikan harga BBM umum nonpenugasan merupakan ranah Pertamina.
Mengacu pada kondisi tersebut, Sri mengungkapkan ada potensi kenaikan inflasi di tahun 2017 ini. Meski begitu, pemerintah menjanjikan akan mengimbangi tekanan inflasi dari sisi administered prices dengan jalan memperbaiki jalur distribusi bahan pokok. Harapannya, membaiknya harga bahan pokok tak akan mendongkrak inflasi.
"Ini tantangan yang tidak mudah karena kebijakan fiskal di 2017 yang sudah disetujui DPR memberi sinyal kalau ada beberapa kebijakan APBN yang berimplikasi pada perubahan subsidi dan pembayaran subsidi," ujar Sri Mulyani dalam acara CIMB Economic Forum, Kamis (26/1).
Tantangan menjaga inflasi tahun 2017 menjadi lebih besar lantaran raihan inflasi tahun 2016 lalu tercatat sebagai yang terendah sejak 2010. Inflasi tahun 2016 yang sebesar 3,02 persen diharapkan bisa bertahan di tahun 2017. Apalagi berbading terbalik dibanding tahun ini, rendahnya inflasi tahun lalu didorong oleh administered price atau harga yang diatur pemerintah, misalnya listrik hingga BBM di sepanjang 2016 yang terbilang stabil.
"Sekarang kan administered price ada perubahan, jadi akan cukup berimbas. Komposisi inflasi jadi berubah, yang tadinya administered price stabil, sekarang ada perubahan. Maka, harus diimbangi dengan volatile food dan inflasi inti," kata Sri.