Kamis 26 Jan 2017 18:22 WIB

Asas Keadilan Jadi Dasar Anies-Sandi Tolak Reklamasi

Rep: Mas Alamil Huda/ Red: Ilham
Bambang Widjojanto
Foto: ROL/Fian Firatmaja
Bambang Widjojanto

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sikap tegas terus digalakkan oleh pasangan Anies Baswedan-Sandiaga Uno. Salah satunya dengan menolak reklamasi yang dilakukan di Teluk Jakarta. Penolakan itu hanya didasari oleh satu hal, yakni melindungi kepentingan masyarakat yang mencari nafkah di sana.

Bambang Widjojanto selaku juru bicara pasangan Anies-Sandi menyebut, yang paling mendasar dalam mengambil setiap keputusan adalah adil. Untuk itu, pasangan Anies-Sandi atas dasar keadilan, memutuskan untuk menolak reklamasi. “Kami tegas. Asas keadilan yang kami utamakan,” kata dia dalam siaran persnya, Kamis (26/1).

Mantan Komisioner KPK itu mengajak untuk melihat kondisi setelah reklamasi. Setelah adanya pengurukan tanah dan pembangunan sejumlah real estate di kawasan itu, banyak keluhan dari nelayan. Terutama dari nelayan yang berasal dari Jakarta Utara. Mereka kesulitan untuk mendapatkan hasil tangkapan di laut karena adanya reklamasi. “Jadi yang paling dirugikan siapa? Nelayan,” ujar pria yang akrab disapa BW itu.

Untuk itu, pasangan Anies-Sandi wajar menolak reklamasi karena berpihak kepada masyarakat. Sebab dibandingkan antara pengembang dan pembeli, justru yang paling banyak mendapatkan kerugian adalah nelayan dan lingkungan. “Masa kita tidak berpihak kepada masyarakat,” katanya.

Bagi BW, pertanyaan apa selanjutnya yang harus dilakukan oleh pemerintah setelah menghentikan reklamasi adalah pertanyaan yang salah. Sebab, itu dianggapnya framing-nya hanya untuk melindungi pengembang atau investor. Sementara yang menjadi korban adalah nelayan. “Mereka tidak bisa lagi melaut. Kalau urusan itu (setelahnya), sudah masuk ranah hukum,” kata pendiri LBH Jakarta itu.

Putusan itu sendiri tidak hanya ada berada sepenuhnya di Pemprov. Tetapi juga di Pemerintah Pusat dan pengadilan yang memutuskan. Namun untuk saat ini, yang perlu dilakukan adalah mengutamakan kemaslahatan publik.

Pengamat tata kota, Marco Kusuma Wijaya menyarankan agar para pembeli atau konsumen yang sudah membeli properti, untuk menuntut pengembang secara hukum. Sebab semestinya saat jual beli tersebut ada akad yang dilakukan. Di situ ada sejumlah pasal yang telah mengatur. “Pengembang itu tahu dari awal mereka melanggar hukum,” ujarnya.

Menurut Marco, pulau-pulau reklamasi itu tidak memiliki wilayah zonasi dan tata ruang. Sehingga dipastikan tidak ada IMB. Namun pengembang tersebut tetap nekat untuk membangun bangunan. “Pasti sudah salah,” ujar dia.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement