REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat hubungan internasional Universitas Padjadjaran Teuku Rezasyah mengatakan kerja sama Trans-Pacific Partnership (TPP) berpotensi memperlemah pelaku usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) dalam negeri.
"Mereka punya kemampuan teknologi, permodalan dan jaringan bisnis untuk menghancurkan UMKM dan BUMN kita. Saya menolak kita ikut TPP karena industri di dalam negeri kita masih rentan, dan berpotensi kalah bersaing," ujar Teuku Rezasyah di Jakarta, Jumat (27/1).
Ia mengatakan keputusan Presiden Donald Trump untuk menarik diri dari TPP sangat beralasan, karena dia melihat potensi TPP yang hanya menguntungkan negara pengekspor ke Amerika Serikat, sehingga berpotensi memperlemah industri dalam negeri Amerika Serikat. "Kehati-hatian yang sama telah dilakukan RI, yang hanya sebatas melakukan penelitian teoretis dan teknis di dalam negeri," kata dia.
Kehati-hatian juga terbukti, dari sangat jarangnya digunakan kata kunci TPP dalam diplomasi ekonomi RI. "Mengelola perdagangan bilateral lebih mudah dikendalikan. Terus terang, sangat sulit melibatkan diri dalam sebuah perjanjian multilateral, terlebih lagi jika kita ikut belakangan," kata dia.
TPP merupakan kerja sama perdagangan antara 12 negara yakni Amerika Serikat, Australia, Kanada, Meksiko, Cile, Peru, Jepang, Malaysia, New Zealand, Vietnam, Malaysia, Singapura, dan Brunei. TPP bertujuan melakukan liberalisasi perdagangan di antara negara-negara tersebut.
Namun, jika AS menyatakan menolak meratifikasi maka TPP tidak akan terwujud. "Dengan demikian, kita perlu meningkatkan daya saing di semua bidang dalam menghadapi arsitektur perdagangan internasional yang baru," kata dia.
Ia mengatakan situasi yang tidak menentu ini sebenarnya merupakan peluang bagi RI. Misalnya dengan secara bilateral fokus pada strategic partnership yang dibuat saat Presiden Jokowi berkunjung ke AS.