REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Deputi Bidang Edukasi Sosialisasi Partisipasi dan Kemitraan Badan Restorasi Gambut (BRG) Myrna Safitri mengatakan, proses penataan hidrologis atau pembasahan (rewetting) lahan gambut masih terkendala. Pada 2016, dari 600 ribu hektare (ha) yang ditargetkan, BRG belum sampai ke tahap rewetting lahan gambut.
Pada tahun pertama, BRG sudah melakukan rewetting tapi belum banyak karena masih mengukur metode yang pas. Myrna mengatakan, sampai saat ini belum ditemukan metode dan kriteria yang disepakati untuk melakukan rewetting.
"Misalnya saja untuk satu sumur bor dapat melakukan rewetting berapa hektar lahan gambut, nah itu harus ada kriteria yang disepakati bersama," ujar Myrna di Jakarta, Jumat (27/1).
Pada 2017 ini, BRG menargetkan intervensi restorasi gambut sebesar 400 ribu ha. Diharapkan, target tersebut dapat tercapai dan BRG bisa melakukan rewetting dengan maksimal meskipun ada keterbatasan dana.
Untuk diketahui, BRG mendapatkan alokasi dana APBN sekitar Rp 1,2 triliun. Namun, karena terjadi efisiensi maka dana yang diberikan untuk kegiatan restorasi gambut berkurang menjadi Rp 800 miliar.
Pada tahun pertama, BRG fokus pada pemetaan dan perencanaan karena masih ada keterbatasan data. Myrna mengatakan, pada 2016 lalu BRG mencoba mengambil berbagai sumber untuk menentukan areal indikatif lahan gambut.
Peta indikatif tersebut perlu diverifikasi dan divalidasi sehingga membutuhkan proses yang lama dalam pemetaan. Setelah proses verifikasi tersebut, BRG menetapkan ada 12,9 juta ha lahan gambut yang tersebar di tujuh provinsi yakni Jambi, Sumatra Selatan, Riau, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, dan Papua.
Dari jumlah total 12,9 juta ha, sebanyak 2,49 juta ha lahan gambut mengalami rusak parah. Myrna menambahkan, BRG ingin agar area restorasi bisa dimanfaatkan oleh masyarakat untuk meningkatkan produktivitas