REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penangkapan hakim Mahkamah Konstitusi Patrialis Akbar dalam operasi tangkap tangan Komisi Pemberantasan Korupsi disinyalir cerminan masih ringannya hukuman bagi aparat penegak hukum yang korup sehingga tidak menimbulkan efek jera.
Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional Gerakan Mahasiswa Kosgoro HM Untung Kurniadi dalam keterangannya, Jumat (27/1), mengatakan aparat penegak hukum seperti polisi, jaksa, advokat dan hakim yang terbukti korupsi semestinya dihukum berat sehingga menimbulkan efek jera dan menjadi peringatan yang efektif bagi aparat penegak hukum yang lainnya untuk tidak tergoda melakukan korupsi.
"Aparat penegak hukum koruptor semestinya dihukum berat agar menimbulkan efek jera," kata Untung.
Gerakan Mahasiswa Kosgoro menilai, aparat penegak hukum yang terbukti korup semestinya tidak cukup hanya dihukum penjara. Selain dikenakan hukuman dimiskinkan dengan cara dirampas seluruh harta kekayaannya untuk negara juga harus dihukum kerja paksa untuk negara. "Apabila dimiskinkan juga dikenakan hukuman kerja paksa untuk negara tentu jadi peringatan yang efektif," kata dia.
Sementara, Untung menyebut hukuman mati selain sudah tidak sejalan dengan prinsip negara modern dan penegakan hak azasi manusia juga rawan disalahgunakan oleh oknum penguasa. Ini karena praktik korupsi tidak bisa dilakukan sendirian namun melibatkan orang lain. Maka dengan penjatuhan hukuman mati dikhawatirkan memutus pengungkapan rantai pelaku korupsi. "Dapat kita bayangkan apabila Nazarudin dalam kasus korupsi Hambalang dihukum mati. Tentu rantai korupsi berjamaah Nazarudin akan terputus begitu saja," kata Untung.
Sedangkan mengenai hukuman penjara seumur hidup, disebut Untung hanya membebani keuangan negara saja. Contohnya mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar yang dihukum seumur hidup dan kini mendekam di Lembaga Pemasyarakatan Sukamiskin, Bandung. "Bila hanya sekedar dihukum seumur hidup dalam penjara malah menjadi beban negara. Ini ironis. Pelaku korupsi malah dipelihara negara," kata Untung. "Lebih baik uang negara untuk memelihara koruptor dalam penjara dialihkan untuk memelihara fakir dan miskin sesuai konstitusi," kata Untung.
Oleh karena itu, Gerakan Mahasiswa Kosgoro berharap Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dapat direvisi dengan menambah klausul hukuman bagi pelaku tindak pidana korupsi dengan pidana dimiskinkan dan hukuman kerja paksa untuk negara.