REPUBLIKA.CO.ID, EDINBURGH -- Pada Agustus tahun lalu, Kepolisian Skotlandia mulai memberi lampu hijau bagi penggunaan hijab sebagai bagian dari seragam polisi wanita. Kini, pasangan ibu dan anak, Shafqat (50 tahun) dan Aleena Rafi (19), tengah bersiap menjadi polwan pertama di Skotlandia yang menggunakan hijab saat bertugas.
Begitu program pelatihan mereka selesai, Shafqat dan Aleena akan tercatat sebagai polwan Skotlandia pertama yang berhijab. Menurut Aleena, penggunaan hijab oleh polisi akan dapat membantu penghancuran batasan-batasan tertentu dalam bertugas. Aleena mengakui, masih banyak orang beranggapan, perempuan yang menggunakan hijab justru memiliki keterbatasan dan berada di bawah tekanan.
''Orang masih memiliki stereotipe terhadap perempuan berhijab yang berasal dari kelompok minoritas. Anggapan itu antara lain, perempuan tersebut dipaksa untuk mengenakannya dan dalam kondisi tertindas. Tapi, orang akan melihat, walaupun menggunakan hijab, kami masih bisa melakukan apapun. Hijab tidak membuat kami terbatas,'' kata Aleena seperti dikutip Herald Scotland.
Hal senada juga diungkapkan Shafqat. Selama ini, orang-orang hanya melihat hijabnya saja, tanpa mengetahui lebih dalam tentang penggunaan hijab. ''Terkadang orang hanya melihat hijab, tanpa tahu alasan yang ada di belakangnya. Agama kami mengajarkan untuk membantu orang lain. Islam berarti kedamaian,'' kata Shafqat.
Shafqat dan Aleena mengungkapkan, pihak Kepolisian Skotlandia benar-benar membantu dan mendukung saat mereka mendaftar sebagai anggota kepolisian. Shafqat dan Aleena memang masuk dalam program rekrutment yang diluncurkan Kepolisian Skotlandia, 'Positive Action Team'.
Program ini memang bertujuan untuk memberikan ruang kepada orang dengan latar belakang kelompok minoritas, termasuk Muslim, untuk menjadi polisi. Kepala program tersebut, Ann Bell, mengungkapkan, sambutan masyarakat atas program ini cukup bagus, termasuk saat memperkenalkan program ini ke komunitas Muslim dan memperbolehkan penggunaan hijab saat bertugas.
''Bukan berarti, hal ini membuat begitu banyak perempuan berminat untuk menjadi polisi. Tapi kami setidaknya menunjukan, kami terbuka untuk siapa saja,'' ujarya.
Sementara Kepala Kepolisian Skotlandia, Phillip Gormley, mengakui, pihaknya memang berusaha untuk meningkatkan keragaman latar belakang para petugasnya. Setidaknya, hanya satu persen polisi di Kepolisian Skotlandia yang berasal dari kelompok etnis dan agama minoritas. Sementara itu, prosentase kelompok minoritas di dalam masyarakat secara keseluruhan tercatat empat persen.
Gormley mengatakan selama ini kepolisian Skotlandia memang dianggap belum mewakili semua komunitas yang ada di masyarakat. Untuk itu, pihaknya membuka kesempatan kepada anggota kelompok minoritas untuk mendaftar sebagai petugas kepolisian. ''Kami memiliki lebih dari 100 calon anggota baru. Mungkin salah satu penyebabnya adalah karena bolehnya mengggunakan hijab. Jika banyak orang menganggap itu baik maka akan kami lakukan. Kepercayaan dan persetujuan masyarakat menjadi pondasi kami dalam bekerja,'' ungkapnya.