REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kondisi topografi terkadang memberikan tantangan tersendiri bagi dai-dai yang mensyiarkan agama Islam. Tidak terkecuali seperti yang dirasakan Abdul Rahman, dai yang berdakwah di Kepulauan Alor, Nusa Tenggara Timur (NTT). Sejak 2006, Abdul memutuskan untuk terjun ke medan dakwah di daerah minoritas Muslim tersebut.
Kepulauan Alor adalah gugusan pulau di ujung timur NTT. Alor menjadi salah satu dari dua pulau utama di Kepulauan Alor. Tidak jarang, sang ustaz harus menyeberang melintasi laut untuk bisa berdakwah di sejumlah pulau. Di Pulau Alor, kondisi topografinya berbukit dan memiliki lembah. "Kondisi topografi memang sulit dijangkau dalam waktu cepat," ujar dia saat dihubungi Republika.
Tidak jarang, dia berdakwah keliling Pulau Alor dan Pulau Pintar hingga ke Alor Barat Laut dan menyeberang ke pulau-pulau lainnya. Abdul Rahman pun harus merogoh kocek dari kantongnya sendiri. Dia rutin membayar ojek sepeda motor.
Namun, kondisi ini tidak menyurutkan langkah ustaz ini dalam menapaki kerja-kerja dakwah di Kepulauan Alor. Bersama sejumlah dai lokal lainnya, Abdul Rahman mensyiarkan agama Islam di wilayah tersebut. Sejak memulai dakwah di Alor, Abdul Rahman mendirikan lembaga pendidikan Madrasah Diniyah.
Madrasah itu dibangun untuk mengajarkan anak-anak membaca Alquran dan ilmu agama. Hingga saat ini, para santri di Madrasah Diniyah tersebut tidak dipungut biaya sama sekali.
Kendati begitu, kerja dakwah sang ustaz tidak sebatas mengajarkan Alquran dan ilmu agama, tetapi juga pembinaan mualaf. Ini menjadi salah satu fokus kerja dakwah yang dilakukan Abdul Rahman di Alor. Abdul Rahman berkisah, sejak 1962 sudah ada warga asli Alor yang masuk Islam.
Hingga 2011, perkembangan Mualaf cukup banyak. Sayangnya, setelah masuk Islam, tidak ada pembinaan. "Karena menurut saya, kalau dia sudah masuk Islam, tapi tidak dibina, tentu dia tidak tahu bagaimana caranya berwudhu, shalat, dan ibadah lain,'' kata Abdul Rahman.
Akhirnya, Abdul Rahman bekerja sama dengan sejumlah lembaga dakwah dan ormas Islam pada 2011 lalu. Dia menggelar kegiatan Pembinaan Mualaf Perdana Terpadu. Pada saat itu, setidaknya ada sekitar 200 mualaf yang hadir. Tidak berhenti sampai di situ, program pembinaan mualaf itu pun akhirnya menjadi embrio pembentukan Forum Mualaf (Fortuall).