Sabtu 28 Jan 2017 22:25 WIB

Pahami Cara Berdakwah di Perbatasan

Rep: Reja Irfa Widodo/ Red: Agung Sasongko
Rutinitas di Pulau Sebatik, Kabupaten Nunukan, Kalimantan Timur.
Foto: Antara
Rutinitas di Pulau Sebatik, Kabupaten Nunukan, Kalimantan Timur.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Nur Wahid yang terjun ke medan dakwah di wilayah perbatasan Indonesia-Malaysia. Tepatnya di Nunukan, Kalimantan Utara. Nur Wahid berasal dari Balikpapan, Kalimantan Timur. Namun, sudah sekitar 15 tahun dia hijrah ke Nunukan, tepatnya di Kecamatan Tulin Onsoi, Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara.

Dia menjelaskan, Kabupaten Tulin Onsoi terdiri dari sepuluh desa. Kabupaten ini merupakan pemekaran dari Kecamatan Sebuku, yang tadinya memiliki 22 desa. Dari 22 desa ini, ada empat yang mayoritas penduduknya adalah Muslim. Jika di daerah-daerah ramai, memang rata-rata penduduknya Muslim dan merupakan transmigran ataupun mantan tenaga kerja Indonesia (TKI).

Namun, ada beberapa desa yang lokasinya berada cukup jauh dan rata-rata dihuni oleh penduduk asli setempat. ''Kami cukup sering mengisi pengajian di sana. Kalau ada masjid di sana, kami memberikan dukungan dan support kepada teman-teman di sana,'' ujar Nur saat dihubungi Republika.

Nur Wahid pun mengakui, sebenarnya tidak ada kendala berarti dalam kerja dakwah di Nunukan. Namun, harus diakui, memang ada beberapa hal yang harus dipahami agar lebih mudah beradaptasi. Sebagai ujung tombak kaum Muslimin, kata sang ustaz, dia memang harus hati-hati dalam memberikan pernyataan atau ceramah yang dianggap sensitif.

Dalam aktivitas dakwahnya, sang ustaz memang bertugas untuk mengembangkan ranting Pondok Pesantren Hidayatullah, yang berada di Nunukan. Selain itu, dia  mengajar di Taman Pendidikan Alquran (TPA). Pun jika adanya undangan untuk mengisi pengajian dan khutbah Shalat Jumat. ''Jumatnya kami rutin dari satu masjid ke masjid lain, kami isi untuk Shalat Jumat,'' kata dia.

Nur Wahid mengakui, penerimaan penduduk setempat terhadap agama Islam pun cukup baik. Bahkan, ada tokoh masyarakat yang telah memeluk Islam, menginginkan pembangunan masjid di sekitar kampungnya. ''Terkadang mereka berkumpul, patungan, membuat masjid, karena di kampungnya sudah ada puluhan warga Muslim, sambil berkoordinasi dengan Camat. Alhamdulillah Islam di sini sudah cukup berkembang,'' ujar dia.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَلَقَدْ اَرْسَلْنَا رُسُلًا مِّنْ قَبْلِكَ مِنْهُمْ مَّنْ قَصَصْنَا عَلَيْكَ وَمِنْهُمْ مَّنْ لَّمْ نَقْصُصْ عَلَيْكَ ۗوَمَا كَانَ لِرَسُوْلٍ اَنْ يَّأْتِيَ بِاٰيَةٍ اِلَّا بِاِذْنِ اللّٰهِ ۚفَاِذَا جَاۤءَ اَمْرُ اللّٰهِ قُضِيَ بِالْحَقِّ وَخَسِرَ هُنَالِكَ الْمُبْطِلُوْنَ ࣖ
Dan sungguh, Kami telah mengutus beberapa rasul sebelum engkau (Muhammad), di antara mereka ada yang Kami ceritakan kepadamu dan di antaranya ada (pula) yang tidak Kami ceritakan kepadamu. Tidak ada seorang rasul membawa suatu mukjizat, kecuali seizin Allah. Maka apabila telah datang perintah Allah, (untuk semua perkara) diputuskan dengan adil. Dan ketika itu rugilah orang-orang yang berpegang kepada yang batil.

(QS. Gafir ayat 78)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement