REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Arief Hidayat menyatakan pengawasan seketat apapun tidak bisa mencegah hakim MK untuk berbuat korupsi. Sebab, sebetulnya semua bergantung pada moralitas hakim itu sendiri dan bagaimana cara hakim menjaga diri.
"Kasus ini bisa terjadi pada ketua MK siapa saja. Kalau diawasi siapapun, pengawasan internal dan eksternal, pasti itu bisa terjadi," tutur Arief, Jumat (28/1).
Selain itu, persoalan draf putusan uji materi terhadap UU nomor 41 tahun 2014 yang berada di tangan Kamaludin, perantara suap antara Basuki Hariman dan Patrialis, pun sulit diawasi. Inilah yang kemudian menurut Arief, moralitas dan integritas amat menentukan hakim bisa terjerat korupsi ataupun tidak.
"Kalau dia (hakim) bawa draft putusan yang akan dibacakan itu ke mana-mana, kita juga tidak bisa. Tuhan-lah yang paling tahu dan mengawasi," lanjut dia.
Arief mengatakan, tidak ada yang bisa mengawasi perilaku hakim MK. Sebab, terjadi atau tidaknya OTT KPK terhadap Patrialis amat bergantung pada integritas dan moralitasnya. Apalagi, tiap hakim MK terlibat dalam pengambilan keputusan dan tentu mengetahui hasil putusan tersebut.
"Masing-masing hakim terlibat dalam pengambilan keputusan, dan itu dia tahu arah putusan ke arah mana. Bisa bocor karena yang terlibat dalam RPH itu ya hakim itu sendiri, bukan tergantung pada pengawas dan jg pimpinannya," ujar dia.
Padahal, lanjut Arief, tiap Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH), selalu pula diingatkan bahwa masing-masing dari hakim diawasi ketat oleh KPK. Ponsel hakim pun disadap karena memang dipersilakan untuk melakukan pengawasan.
"Dalam RPH-RPH, kita selalu ingatkan, kita itu handphone-nya disadap. KPK silakan sadap. Sebetulnya pembicaraan seperti itu hakim harus hati-hati. Makanya bergantung pribadi hakim. Integritas, moralitas, dan pengendalian dirinya," ujar dia.