Ahad 29 Jan 2017 03:46 WIB

Tak Ada Pengawasan di MK Dinilai Bahayakan Konstitusi

Rep: Fauziah Mursid/ Red: Angga Indrawan
Ketua Mahkamah Konstitusi Arief Hidayat (kedua kanan) didampingi Panitera MK Kasianur Sidauruk, Wakil Ketua MK Anwar Usman, M Guntur Hamzah (dari kiri) menjawab pertanyaan wartawan saat konferensi pers mengenai penetapan tersangka kepada hakim konstitusi P
Foto: Republika/ Wihdan Hidayat
Ketua Mahkamah Konstitusi Arief Hidayat (kedua kanan) didampingi Panitera MK Kasianur Sidauruk, Wakil Ketua MK Anwar Usman, M Guntur Hamzah (dari kiri) menjawab pertanyaan wartawan saat konferensi pers mengenai penetapan tersangka kepada hakim konstitusi P

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi lll DPR RI, Syaiful Bahri Ruray menilai kembali terjeratnya hakim Mahkamah Konstitusi dalam kasus korupsi lantaran tidak adanya pengawasan terhadap hakim konstitusi selama ini. Menurutnya, kewenangan hakim konstitusi yang sangat tinggi, setara konstitusi namun tanpa pengawasan, berpeluang terjadi penyalahgunaan wewenang.

"Dan telah ada buktinya, kejadian Patrialis ini sangat menampar MK, kedua kalinya, dan merobohkan konstitusi, jangan sampai ini kemudian berulang," kata Syaiful dalam diskusi bertajuk "Korupsi di Mahkamah Konstitusi?" di Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (28/1).

Dia menilai perlu kembali memikirkan pengawasan terhadap MK melalui penguatan Komisi Yudisial. Meski sudah ada Dewan Etik, Syaiful menilai tetap perlu adanya lembaga pengawasan terhadap MK dari luar. "Saya kira MK tidak bisa tidak diawasi, kalau nggak ada kontrol yang baik, akan terjadi abuse of power, dan ini bahaya untuk konstitusi," katanya.

Meski ia mengakui, penguatan ini kemungkinan bisa kembali digugurkan oleh MK melalui putusan judicial review MK. Hal ini bukan tanpa alasan, mengingat sebelumnya telah ada aturan Undang-undang yang mengatur peran Komisi Yudisial mengawasi hakim konstitusi.

Namun, MK melalui putusan 005/PUU-IV/2006 menyatakan hakim konstitusi bukan objek pengawasan KY. "Saya kira ini kan ada masukan dari KY. Sekarang KY nggak bisa sentuh MK karena PP yang disusun pas zaman SBY itu di JR di MK yang untuk mengevaluasi dirinya nggak dikabulkan. Kita harus evaluasi, ada yang salah ini," kata Anggota DPR dari Fraksi Golkar tersebut.

Diketahui, Komisi Pemberantasan Korupsi menetapkan hakim MK Patrialis Akbar sebagai tersangka. Ia diduga terlibat kasus suap terkait pengujian atau judicial review atas Undang-undang Peternakan dan Kesehatan Hewan.

Tertangkapnya Patrialis Akbar oleh KPK menambah daftar hakim konsitusi yang terjerat kasus korupsi. Setelah pada 2013 lalu, KPK menangkap tangan Akil Mochtar yang saat itu menjabat Ketua MK. Akil diciduk KPK lantaran kedapatan menerima suap terkait kepengurusan sengketa Pilkada yang ditangani MK. Ia juga telah divonis bersalah oleh pengadilan dan dijatuhi hukuman seumur hidup.

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement