REPUBLIKA.CO.ID, BAGHDAD -- Komite Luar Negeri Parlemen Irak meminta Pemerintah Irak untuk membalas kebijakan luar negeri Amerika Serikat (AS) terkait pembatasan masuknya imigran asal tujuh negara mayoritas Muslim ke AS. Balasan itu pun diharapkan setimpal dan bersifat timbal-balik dengan kebijakan AS itu.
Komite Luar Negeri Parlemen Irak menyebut, kebijakan yang dikeluarkan Presiden AS, Donald Trump, tersebut sebagai kebijakan yang diskriminasi terhadap warga negara Irak. Padahal, selama ini, Irak telah terlibat dalam berbagai upaya perang terhadap teroris.
Untuk itu, dalam rapat yang digelar guna membahas keputusan AS tersebut, Komite Luar Negeri Parlemen Irak meminta pemerintah Irak diharapkan bisa mengeluarkan kebijakan 'balasan' atas keputusan AS tersebut.
''Kami meminta Pemerintah Irak untuk memberikan timbal-balik atas keputusan Pemerintah AS tersebut. Irak selalu berada di garda terdepan dalam perang melawan teroris. Rasanya tidak adil jika warga negara Irak diperlakukan seperti itu,'' kata anggota Komite Luar Negeri Parlemen Irak, Hassan Shwerid, seperti dikutip Al Jazeera.
Sebelumnya, pada Jumat (27/1) waktu setempat, Presiden Donald Trump telah menandatangani surat perintah eksekutif soal pembatasan imigran dari tujuh negara mayoritas Muslim untuk memasuki wilayah Amerika Serikat. Tujuh negara tersebut adalah Iran, Irak, Sudan, Libya, Somalia, Yaman, dan Suriah.
Pasukan Mobilisasi Umum Irak mendukung adanya larangan terhadap warga negara Amerika Serikat untuk masuk ke Irak dan memulangkan warga negara AS yang masih berada di Irak. Hal ini diungkapkan oleh Juru Bicara Pasukan Mobilisasi Umum Irak, Ahmed Al-Assadi.
Pasukan Mobilisasi Umum adalah pasukan paramiliter yang dibentuk dari koalisi dengan kelompok Syiah di Iran. Pasukan ini dipersenjatai dan dilatih oleh Angkatan Bersenjata Iran untuk melawan kelompok Islamic State of Iraq and Syria (ISIS). Keberadaan Pasukan Mobilisasi Umum ini juga telah diterima oleh Pemerintah Irak pada akhir tahun lalu.
Baca juga, Beda dengan Trump, PM Kanada Justru Sambut Hangat Imigran.