REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON DC -- Presiden Muslim Foundation of America Imam Shamsi Ali menilai kebijakan imigrasi presiden AS Donald Trump merupakan tindakan diskriminatif dan anti-Islam. Walaupun Trump tak mengaku, namun aturan presiden terpilis AS itu secara khusus menarget komunitas Muslim.
“Dan dipahami secara luas dan nyata oleh banyak kalangan bahwa keputusan tersebut adalah diskriminatif dan anti Islam,” ujar Shamsi Ali dalam siaran pers yang diterima Republika.co.id, Senin (30/1).
Ia menjelaskan, kebijakan ini bersifat diskriminatif karena dari sekian warga negara yang pernah terlibat aktivitas teror di Amerika Serikat, Afghanistan dan Pakistan justru tidak masuk ke dalam daftar.
Bahkan negara yang paling berbahaya bagi Amerika saat ini karena kemampuan mengembangkan senjata nuklir dengan jangkauan jarak jauh, Korea Utara, juga tidak masuk ke dalam daftar yang terlarang.
Warga negara Saudi yang menjadi pelaku mayoritas serangan 9/11 tahun 2001 lalu juga tidak masuk ke dalam daftar yang dilarang masuk Amerika Serikat.
“Sementara ini ada yang mengira jika keputusan diskriminatif itu didasari oleh kepentingan pribadi Donald Trump. Di mana negara-negara yang tidak masukkan ke dalam list, termasuk Saudi dan Mesir, karena memang punya hubungan bisnis,” katanya.
Ia melanjutkan keputusan ini juga bersifat anti-Islam karena semua negara yang dimasukkan ke dalam daftar negara-negara terlarang tersebut adalah negara dengan penduduk mayoritas Muslim.
Bahkan Donald Trump akan memperluas larangan tersebut tanpa penjelasan rinci apa maksud dari tindakannya. Boleh jadi nanti Trump akan mengeluarkan peraturan larangan bagi seluruh warga yang beragama Islam masuk Amerika.
Donald Trump menandatangani perintah eksekutif mengenai pembatasan pengungsi dari negara yang dihuni mayoritas Muslim. Setidaknya ada tujuh negara mayoritas Muslim yang terdampak kebijakan kontroversial Trump.
Trump telah mengatur mengenai pembatasan masuknya warga dari Suriah ke AS selama 90 hari. Tak hanya itu, enam negara yang dihuni mayoritas Muslim lainnya yaitu Somalia, Irak, Iran, Libya, Sudan, dan Yaman juga bernasib serupa.
Baca juga, Beda dengan Trump, PM Kanada Justru Sambut Hangat Imigran.