REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Sejumlah pengguna aplikasi Uber mengaku geram dengan adanya kebijakan pembatasan migran dan pengungsi dari tujuh negara mayoritas Muslim di Amerika Serikat (AS). Hal ini karena mereka merasa dirugikan dengan adanya pemogokan pengemudi dari aplikasi tersebut.
Pengguna menyampaikan kekesalan melalui berbagai jejaring sosial dan menuliskan tanda #DeleteUber atau hapus Uber. Mereka memperlihatkan gambar saat menghapus aplikasi tersebut dari ponsel. Protes ini kemudian bermunculan tidak hanya di Negeri Paman Sam, namun juga negara-negara lainnya di seluruh dunia.
Pemogokan terjadi pada Sabtu (28/1) lalu di mana pengemudi Uber menolak mengambil penumpang di Bandara John F Kennedy (JFK), New York. Hal itu dilakukan dari sekitar pukul 6.00 hingga 19.00 waktu setempat karena terjadinya demonstrasi yang menentang kebijakan diskriminatif Trump.
Ratusan orang berkumpul di bandara JFK, tepatnya di terminal empat. Mereka memegang spanduk dan meneriakkan penolakan terhadap berbagai larangan yang ditetapkan dalam kebijakan imigrasi Trump, termasuk pembangunan dinding di perbatasan AS-Meksiko.
Sementara hal itu berlangsung, para pengguna Uber kesulitan untuk mendapatkan kendaraan. Aplikasi itu juga secara otomatis menawarkan biaya tinggi.
Pengemudi Uber dimina untuk bergabung dengan para pengemudi taksi di New York dalam menyuarakan protes atas kebijakan Trump. Hal itu karena kebanyakan dari mereka berasal dari negara mayoritas Muslim, termasuk diantaranya Pakistan dan Bangladesh.
Sementara itu, protes terhadap perusahaan Uber terjadi atas larangan Trump yang membuat para pengemudi mungkin kehilangan pekerjaan mereka. CEO Travis Kalanick yang termasuk sebagai anggota dewan penasihat bisnis presiden AS ke-45 itu sebelumnya mengatakan akan membahas masalah ini.
"Larangan ini berdampak banyak orang yang tidak bersalah dan tentu saya akan ke Washington untuk bertemu dengan Trump membahas masalah ini," ujar Kalanick dilansir Aljazirah, Ahad (29/1).
Ia juga mengatakan dalam perusahaan Uber banyak dari pengemudi yang terkena dampak kebijakan itu. Karenanya, jika mereka tidak dapat kembali ke AS selama tiga bulan atau lebih kompensasi uang akan diberikan.