REPUBLIKA.CO.ID, UNGARAN -- Tak kurang 80 orang buruh PT Matrik Indo Global (MIG) mengadukan nasibnya kepada Wakil Rakyat Kabupaten Semarang, Jawa Tengah. Mereka mengaku tidak diberi pesangon setelah manajemen tempat mereka bekerja dinyatakan pailit dan telah berganti kepemilikan.
Ketua Persaturan Serikat Pekerja SPN PT MIG, Suharyanto mengatakan, atas kondisi perusahaan ini, tidak semua karyawan PT MIG mendapatkan pesangon dari hasil penjualan berbagai aset perusahaan.
Dari jumlah 1.530 orang yang tercatat sebagai karyawan PT MIG, hanya sebanyak 170 orang karyawan yang dipastikan bakal mendapatkan pesangon. “Sisanya, seperti kami ini, tidak jelas,” tegasnya, di kantor DPRD Kabupaten Semarang, Senin (30/1).
Ia juga mengungkapkan, Balbir Awnla, selaku factory manager PT MIG, telah bertindak sepihak. Sebelumnya tenaga kerja asing ini menyampaikan, penetapan pesangon 170 pekerja dari hasil penjualan aset PT MIG merupakan hasil konsultasi tim kurator.
Padahal Balbir Awnla, sebagai tenaga kerja asing yang kududukan sebagai factory manager, tidak punya kompetensi dan kewenangan untuk menentukan hak atas pesangon para pekerja PT MIG. “Balbir Awnla menganggap para pekerja yang tidak mendapat pesangon adalah karyawan kontrak yang tidak punya hak atas pesangon,” tegasnya.
Menurut Suharyanto, pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap pekerja (buruh) karena perusahaan pailit dengan ketentuan buruh berhak atas uang pesangon dan uang penghargaan masa kerja.
Ketentuan itu diatur dalam UU No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Oleh karena itu, para pekerja menagih tanggung jawab kepada tim kurator PT MIG.
Selain itu juga kepada manajemen PT Berkah Indo Garment, selaku pemilik baru, sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. “Kami juga mendesak PT Berkah Indo Garment untuk mengangkat semua karyawan menjadi karyawan tetap,” katanya.
Sebab, masih kata Suharyanto, PT Berkah Indo Garment setelah mengambil alih PT MIG juga telah melakukan pelanggaran. Karena karyawan dipekerjakan hingga lembur tanpa mendapat upah lembur.
Oleh karena itu, para pekerja juga mendesak Dinas Tenaga Kerja dan DPRD Kabupaten Semarang meninjau kembali semua proses peralihan kepemilikan perusahaan tersebut. Sebab disinyalir proses kepailitan yang dimaksud mengandung unsur kejahatan korporasi.
“Ini merupakan tuntutan para pekerja, yang selama ini tidak mendapatkan hak-haknya di balik kepailitasn dan proses perpindahan kepemilikan perusahaan tersebut,” tandasnya.
Terpisah, Kepala Dinas Tenaga kejar Kabupaten Semarang, Soemardjito mengatakan pihaknya akan memfasilitasi buruh untuk menanyakan kepada kurator. Karena keputusan pailit oleh pengadilan ini juga menjadi kewenangan kurator.
“Pengadilan menunjuk kurator yang akan menyelesaikan penjualan aset untuk dibayarkan kepada para buruh perusahaan yang dinyatakan pailit,” katanya.