Selasa 31 Jan 2017 06:42 WIB

Manajemen Penanganan Perkara di MK Segera Dievaluasi

Rep: Fauziah Mursid/ Red: Hazliansyah
Ketua Mahkamah Konstitusi Arief Hidayat menjawab pertanyaan wartawan saat konferensi pers mengenai penetapan tersangka kepada hakim konstitusi Patrialis Akbar di Mahkamah Konstisuti Jakarta, Jumat (27/1)
Foto: Republika/ Wihdan Hidayat
Ketua Mahkamah Konstitusi Arief Hidayat menjawab pertanyaan wartawan saat konferensi pers mengenai penetapan tersangka kepada hakim konstitusi Patrialis Akbar di Mahkamah Konstisuti Jakarta, Jumat (27/1)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Mahkamah Konstitusi Arief Hidayat berjanji akan mengevaluasi manajemen penanganan perkara di MK. Hal ini menyusul masukan anggota Komisi III DPR RI dalam rapat konsultasi dengan MK pada Senin (30/1) sore.

Menurutnya, konsultasi dengan Komisi III juga berkenaan dengan kasus yang menjerat hakim MK nonaktif, Patrialis Akbar.

"Nanti kita akan melakukan evaluasi-evaluasi dalam rangka manajemen penanganan perkara yang sebaik-baiknya, supaya ke depan tidak ada kasus-kasus yang terjadi sebagaimana telah terjadi yang lalu," kata Arief di Gedung MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta, Senin (30/1).

Ia mengatakan, salah satu masukan juga berkenaan untuk mempercepat proses penanganan perkara uji materi undang-undang di MK. Hal ini mengingat, kasus dugaan suap yang menjerat Patrialis Akbar berkenaan dengan uji materi pasal UU Peternakan dan Kesehatan Hewan yang telah diajukan sejak 2015 silam

Menurutnya, dalam pengujian undang-undang memang tidak ada batas waktu. Namun demikian, pihaknya telah berupaya mempercepat proses penanganan perkara uji materi UU.

"Pada bulan ini saja segera, baru satu bulan kita sudah memutuskan akan mengucapkan putusan sampai 15 perkara sehingga tunggakan-tunggakan itu bisa diselesaikan, artinya sudah kita kebut," kata dia.

Sementara, Arief tidak sependapat dengan usulan yang mengemuka terkait pengawasan terhadap MK menyusul kembalinya hakim konstitusi terjerat korupsi. Hal ini menurutnya lantaran badan peradilan tidak boleh diawasi.

"Sekali lagi saya tidak setuju dengan istilah pengawasan karena badan peradilan tidak boleh diawasi karena nanti kalau diawasi subordinat," kata dia.

Ia lebih setuju jika dilakukan upaya untuk memperkuat dan menjaga martabat dan keluhuran hakim.

"Supaya Hakim Mahkamah Konstitusi bisa dijaga keluhuran martabatnya sehingga tidak menyimpang dari etik dan tidak menyimpang melakukan pelanggaran-pelanggaran berikutnya yang lainnya," kata dia.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement