REPUBLIKA.CO.ID, QUEBEC -- Enam korban penembakan massal di Masjid Kota Quebec berasal dari berbagai profesi seperti pengusaha dan profesor. Mereka tengah berkumpul untuk melaksakan ibadah Shalat Isya. "Ini merupakan tragedi yang sangat, sangat besar bagi kami, kami merasakan kesedihan yang tidak lagi bisa diungkapkan," kata Wakil Presiden Pusat Kebudayaan Islam Quebec, Mohamed Labidi, kepada National Post Canada sambil bercucuran air mata, Selasa (31/1).
Labidi mengatakan, para korban yang semuanya laki-laki, baik enam korban tewas maupun belasan korban luka. Mereka ditembak dari belakang saat sedang melaksanakan shalat. Ia menuturkan, keamanan masjid merupakan suatu aspek yang sangat penting. Rendahnya pengawasan jadi salah satu yang disesalkan.
Penembakan terjadi tepat sebelum pukul 20.00 malam, dan telah menimbulkan kekacauan di antara para jamaah masjid yang berlarian untuk berlindung. Pelaku diidentifikasi sebagai pemuda 27 tahun atas nama Alexandre Bissonette, dan akan menghadapi enam tuntutan pembunuhan tingkat pertama, dan lima percobaan pembunuhan.
Awalnya, Polisi menangkap dua pria. Tapi pada Senin (30/1) salah satunya yang bernama Mohamed El Khadir dilepaskan karena dinyatakan tidak terlibat. Keenam korban diidentifikasi atas nama Mamadou Tanou Barry (42), Abdelkrim Hassane (41), Kheld Belkacemi (60), Aboubaker Thabti (44), Azzeddine Soufiane (57) dan Ibrahima Barry (39).
Quebec sendiri beberapa tahun terakhir memang tengah berada pada perdebatan kontroversial, tentang ras dan akomodasi keagamaan. Sebelumnya, pemerintah separatis dari provinsi menyerukan larangan terhadap simbol-simbol agama Islam yang mencolok seperti jilbab, untuk tidak digunakan di lembaga-lembaga publik.
Kepolisian menambahkan, selain enam orang korban tewas, terdapat 19 orang jamaah yang mengalami luka-luka, dengan dua yang masih berada di kondisi kritis. Ini bukan pertama kalinya masjid menjadi target ancaman, mengingat musim panas lalu kepala babi yang dibungkus kertas kado sempat dikirimkan ke pintu masuk masjid.
"Saat ini Muslim Quebec dilanda ketakutan, kami mendesak dan menunggu jawaban atas bagaimana dan mengapa tragedi seperti itu bisa terjadi," ujar Presden AMAL Quebec, Haroun Bouazzi, kelompok hak asasi manusia MUslim yang berbasis di Montreal.
Dewan Nasional Muslim Kanada menyerukan lembaga penegak hukum di seluruh negeri, untuk meningkatkan keamanan di sekitaran masjid dan pusat-pusat Islam. Walau khawatir tragedi ini akan meningkatkan kekerasan yang mungkin saja diterima umat Islam di Kanada, mereka mendesak pelaku mendapat hukuman yang setimpal.
"Tindakan pembunuhan keji ini harus dihukum seberat-beratnya," kata Direktur Eksekutif Dewan Nasional Muslim Kanada, Ihsaan Gardee.
Sementara, Dewan Imam Kanada mengaku sangat terkejut atas tindakan pemubunuhan yang dirasa tidak masuk akal. Mereka menolak menunjuk kelompok manapun sebagai dalangnya. Namun dia mengajak semua masyarakat Kanada untuk bersama-sama menegaskan kembali komitmen untuk hidup bersama dalam damai.
"Islamophobia telah membunuh warga Kanada yang tidak bersalah, mari kita berdoa bagi mereka yang menjadi korban, dan kami meminta semua orang berdiri melawan kebencian terhadap Islam dan Muslim dalam berbagai bentuk," ujar Dewan Imam Kanada lewat pernyataan resminya.