REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Perusahaan kopi dan jaringan kedai kopi global Starbucks menanggapi perintah eksekutif Presiden AS Donald Trump mengenai pembatasan imigran. CEO Starbucks Howard Schultz menyatakan pada Ahad (29/1) bahwa perusahaan akan memperkerjakan 10 ribu pengungsi di kedai kopi Starbucks seluruh dunia.
Schultz mengumumkan hal tersebut kepada seluruh pekerjanya lewat sepucuk surat resmi dari perusahaan. Ia juga mengatakan bahwa perusahaan telah melakukan kontak langsung dengan karyawan yang terdampak larangan imigrasi.
"Saya menulis kepada Anda hari ini dengan keprihatinan mendalam, hati yang berat, namun sebuah janji tegas. Kita tengah hidup dalam waktu yang belum pernah terjadi sebelumnya, di mana janji mimpi Amerika kini dipertanyakan," ujar Schultz dalam suratnya.
Ia memastikan Starbucks akan menggandakan upaya untuk memperkerjakan orang-orang yang melarikan diri dari perang, kekerasan, penganiayaan, dan diskriminasi. Perusahaan menargetkan rekrutmen 10 ribu pengungsi di seluruh dunia dalam lima tahun ke depan.
Khusus di Amerika Serikat, langkah awal ialah merekrut pekerja yang selama ini menjadi penerjemah dan staf pendukung tentara AS. Schultz menyampaikan, Starbucks juga akan mengganti biaya bulanan yang dibayarkan pekerja imigran untuk program Deferred Action for Childhood Arrivals (DACA) yang selama ini memberi mereka izin tinggal dan izin kerja sementara.
Investasi Starbucks di Meksiko, negara di Amerika Utara tempat Trump mulai membangun tembok perbatasan, bakal tetap berlanjut selain 600 gerai kopi dengan 7.000 karyawan yang saat ini telah ada di sana. Schultz menyebutkan, Starbucks akan selalu melayani semua pelanggan, tak peduli seperti apa latar belakang mereka.
"Starbucks akan menjalankan peran kami di mana pun, di negara merah ataupun negara biru, negara Nasrani maupun negara Muslim, bangsa yang terpecah maupun bangsa yang bersatu," tuturnya, dilansir dari laman Travel and Leisure.