Selasa 31 Jan 2017 13:49 WIB

Ketua MUI Ungkap Proses Penerbitan Fatwa Ahok Menista Agama

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Nur Aini
Ketua MUI Ma'ruf Amin hadir menjadi saksi pada persidangan kedelapan perkara dugaan penistaan agama dengan terdakwa Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok di di Gedung Kementerian Pertanian (Kementan), Jakarta, Selasa (31/1).
Foto: Antara/Pool/Isra Triansyah
Ketua MUI Ma'ruf Amin hadir menjadi saksi pada persidangan kedelapan perkara dugaan penistaan agama dengan terdakwa Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok di di Gedung Kementerian Pertanian (Kementan), Jakarta, Selasa (31/1).

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA - Dalam sidang lanjutan kedelapan kasus dugaan penodaan agama dengan terdakwa Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Ma'ruf Amin dihadirkan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) sebagai saksi pertama.

Setelah disumpah, Ketua Majelis Hakim Dwiarso Budi Santiarto langsung menanyakan sumber informasi awal MUI sehingga diterbitkan fatwa yang menyatakan Ahok melakukan penodaan Alquran dan ulama. Kepada Majelis Hakim, Ma'ruf menegaskan dikeluarkannya fatwa MUI terkait ucapan Ahok mengenai surah al-Maidah ayat 51 saat kunjungan kerja sosialisasi budidaya ikan kerapu di Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu pada 27 September 2016 lalu sudah melalui prosedur yang seharusnya. Sehingga tidak ada keberpihakan ataupun kepentingan politik di dalamnya.

Awal mula dia mengetahui adanya dugaan penodaan agama yang dilakukan Ahok melalui media cetak dan televisi serta laporan berupa desakan masyarakat baik secara lisan maupun tertulis. Setelah mendapatkan laporan dan desakan masyarakat, MUI langsung bergerak cepat membentuk tim yang beranggotakan komisi fatwa, komisi pengkajian, komisi perundangan, dan komisi informasi komunikasi.

Keempat komisi tersebut, lanjut Ma'ruf, melakukan penelitian dan Investigasi sejak 1 Oktober 2016 hingga 11 Oktober 2016, yang pada akhirnya menyimpulkan bahwa ucapan Ahok di Kepulauan Seribu telah menistakan agama dan ulama.