Selasa 31 Jan 2017 18:24 WIB

Penghancuran Kendaraan Tua tak Laik Dinilai Perlu Dilakukan

Kendaraan melintas saat pemberlakuan rekayasa lalu lintas di perempatan Kota Tua, Jakarta, Rabu (26/2).
Foto: Republika/Yasin Habibi
Kendaraan melintas saat pemberlakuan rekayasa lalu lintas di perempatan Kota Tua, Jakarta, Rabu (26/2).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penghancuran kendaraan tua yang sudah tak laik jalan ke depannya perlu dilakukan sebagai salah satu solusi untuk mengatasi kepadatan kendaraan di Jakarta. Hal itu disampaikan Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan Pudji Hartanto Iskandar, Selasa (31/1).

Pudji saat ditemui dalam penyerahaan penghargaan Wahana Tata Nugraha di Jakarta, mengatakan pemberlakuan tersebut setidaknya harus dikaji saat ini dan dimulai lima tahun yang akan datang. "Di negara-negara maju kendaraan yang sudah tua itu dihilangkan, mungkin lima hingga 10 tahun ke depan kita sudah siap," katanya.

Pudji menuturkan salah satu yang menjadi pertimbangan penghancuran kendaraan yaitu bukan hanya asal tua. Tetapi harus dilihat dari segi faktor kelaikannya.

Ukurannya laik jalan, jangan sampai kendaraan sudah tua tapi masih laik jalan itu "di-scrap" (dihancurkan). Metromini kalau umurnya masih muda tapi sudah rusak, itu harus dihancurkan, katanya.

Selain itu, kata dia, perlu disesuaikan pula daerah-daerah yang terbilang memiliki masalah kemacetan yang parah, seperti di kota-kota besar.

Ia mengatakan salah satu kebijakan pemerintah dalam mengatasi kemacetan yang dinilai efektif adalah pemberlakuan nomor kendaraan ganjil dan genap. "Coba saja sekali-kali dilepas ganjil genap seminggu saja, akan berdampak kepada kemacetan yang luar biasa," katanya.

Pudji juga mempersilakan pemerintah daerah untuk menerapkan aturan ganjil dan genap atau memodifikasinya. "Orang Indonesia 'kan gengsi kalau dibilang meniru, kalau mau ya ATM saja, amati, tiru dan modifikasi," katanya.

Menurut dia, permasalahan kemacetan mencerminkan dua sisi yang berlawanan, di satu sisi mobilitas terganggu karena banyaknya kendaraan, namun di sisi lain menunjukan pertumbuhan ekonomi masyarakat. "Ini merupakan ranah Kementerian Perindustrian dan Kementerian Perdagangan, bagaimana dimungkinkan adanya pembatasan kendaraan," katanya.

Selain itu juga, menurut dia, perlu diatur waktu pembatasan kendaraan yang melewati jalan-jalan tertentu. "Artinya ekonomi meningkat tapi jalan padat, infrastruktur bertambah tapi tidak bisa mengejar pertumbuhan kendaraan, karena itu harus diatur dengan baik antara Kepolisian dan Pemda," katanya.

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement