REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Pemerintah berkomitmen membuat panitia seleksi (pansel) untuk mengganti posisi hakim konstitusi Patrialis Akbar yang sudah mengundurkan diri karena ditetapkan sebagai tersangka dugaan penerima suap oleh KPK.
"Sampai hari ini Presiden belum menerima surat dari MK tapi presiden sudah meminta kita semua agar pansel MK dilakukan secara terbuka. Belajar dari pengalaman penunjukan Pak Patrialis jangan terulang kembali sehingga publik itu harus dilibatkan," kata Menteri Sekretaris Kabinet Pramono Anung seusai rapat terbatas (ratas) di Istana Bogor, Selasa (31/1).
Patrialis sudah mengirimkan surat pengunduran diri ke MK pada Senin (30/1). Selanjutnya Majelis Kehormatan MK akan bersidang untuk memutuskan pemberhentian Patrialis. Bila sudah diputuskan, MK pun mengirim surat ke Presiden untuk melakukan pengisian jabatan baru.
"Mudah-mudahan dengan adanya pansel dan partisipasi publik bisa didapat calon hakim MK yang baik. Kami akan mengambil dua orang. Pengalaman sebelumnya saat presiden memutuskan pak Palguna (I Dewa Gede Palguna) dan satu lagi, mekanisme itu yang akan dilaksanakan, tentu orang-orang yang dinilai kredibel," tambah Pramono.
Proses dalam pansel itu menurut Pramono juga tidak membutuhkan waktu lama. "Proses sangat cepat, kami ingin segera karena Pak Patrialis sudah mengundurkan diri dan pansel segera dibentuk, yang penting mekanismenya dilakukan dengan transparan, terbuka, melibatkan publik karena kita belajar dari pengalaman kalau mendapat sorotan di ruang publik itu pasti akan mendapat calon yang lebih baik," jelas Pramono.
Pansel tersebut menurut Staf Khusus Presiden bidang Komunikasi Johan Budi SP terdiri dari tokoh-tokoh masyarakat. "Pansel yang akan dibentuk dari unsur tokoh-tokoh masyarakat, kemudian Pansel ini nanti akan melibatkan PPATK (Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan) dan KPK," kata Johan di tempat yang sama.
Melalui pansel itu diharapkan didapat kandidat yang berintegritas dan punya kapabilitas. "Proses detailnya seperti apa sedang digodok. Pansel akan menyeleksi secara terbuka, transparan, dan masyarakat bisa memberikan masukan kepada Pansel," ungkap Johan.
Patrialis saat diangkat pada 2013 lalu merupakan usulan pemerintah. Usulan hakim MK dapat berasal dari presiden, Mahkamah Agung dan DPR.
Hakim konstitusi Patrialis Akbar diduga menerima hadiah dalam bentuk mata uang asing sebesar 20 ribu dolar AS dan 200 ribu dolar Singapura (sekitar Rp 2,1 miliar) dari Direktur Utama PT Sumber Laut Perkasa dan PT Impexindo Pratama Basuki Hariman agar permohonan uji materil Perkara No 129/PUU-XIII/2015 tentang UU Nomor 41 Tahun 2014 Peternakan Dan Kesehatan Hewan dikabulkan MK.