REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --- Film berjudul “Nunggu Teka” (menunggu kedatangan) yang disutradarai oleh sineas muda Mahesa Desaga dinobatkan sebagai Film Pendek Terbaik Festival Sinema Australia Indonesia (FSAI) 2017 kategori Pilihan Juri. Atas prestasi ini, Mahesa akan terbang ke Australia pada bulan Agustus untuk menghadiri Festival Film Internasional Melbourne (MIFF).
Lewat “Nunggu Teka”, Mahesa mengisahkan seorang ibu yang menunggu kepulangan putranya saat Hari Raya Idul Fitri tiba. Sang ibu digambarkan hidup sendiri di rumah sederhana tanpa pendamping maupun sanak saudara. Rangkaian alur di sepanjang film berdurasi 14 menit itu-pun dipusatkan pada tokoh ibu, yang diperankan oleh Supatemi (almarhum).
Mahesa mengaku, inspirasi film pendek ini didapatnya dari pengalaman pribadinya sendiri.“Film ini dibuat untuk membagi rasa kita sebagai anak terhadap seorang ibu itu bagaimana sih,” ujar sineas kelahiran 1989 ini dalam acara pengumuman pemenang Kompetisi Film Pendek FSAI 2017, Ahad (29/1) di Senayan, Jakarta.
Kepada Australia Plus ia lalu menuturkan, “Inspirasi dan keinginan untuk membuat film ini datang ketika mengingat hubungan saya dengan ibu saya sendiri. Sekarang saya berada di usia yang sok sibuk, nggak pulang-pulang ke rumah, ditelepon orang rumah jawaban saya ‘Oh lagi sibuk, lagi ada kerjaan’.”
“Dari situ saya lantas berpikir, apa sih yang dirasakan oleh ibu ketika mendengar jawaban saya itu. Padahal mungkin orang tua cuma butuh kabar dari kita sebenarnya,” sambung sineas muda yang pertama kali membuat film di tahun 2008 ini.
Minim pemeran, film yang digarap pada tahun 2015 akhir ini tak lantas kehilangan pesona di depan panel juri Kompetisi Film Pendek FSAI 2017.
Kamila menambahkan, pembuat film ‘Nunggu Teka’ dinilainya sangat detil dalam menggambarkan suasana cerita.
“Dia mikirin nuansanya seperti apa, takbir itu kita bisa mikirin suasanya seperti apa tanpa harus berada di luar. Dia mikirin semua unsur deritanya yang ada di situ, terus ritmenya jelas dari awal sampai akhir,” tutur putri sineas senior Indonesia, Garin Nugroho, ini.
Juri lain Kompetisi Film Pendek FSAI 2017, yakni sineas Australia -Jennifer Perrott, mengatakan hal serupa. Bagi sutradara film pendek berjudul ‘The Ravens’ ini, ‘Nunggu Teka’ dibuat dengan arahan yang pas.“Film ini punya kontrol yang luar biasa, kontrol yang sangat jelas dalam penuturan ceritanya. Gambarnya juga diambil secara apik, acting sang pemeran juga bagus dan sangat menyentuh di akhir film,” kata Jennifer.
Atas kemenangan dan kesempatan yang diraihnya, Mahesa telah menyusun sejumlah rencana. Pria yang belum pernah menginjakkan kaki di Australia ini sudah sejak lama ingin menyelami dunia perfilman Australia secara langsung.
“Inginnya ketika nanti di sana benar-benar bisa mengalami sinemanya Australia tuh sejauh mana, mereka menempatkan film itu seperti apa, mereka mengeksplorasi bentuk film tuh akan seperti apa karena yang menarik kan ketika kita mengenal film dari tiap-tiap negara adalah karakternya,” kata sutradara yang salah satu filmnya pernah diputar di ‘The Frankfurt Book Fair’ di Frankfurt, Jerman.
Karakter dalam film, menurut Mahesa, akan menciptakan bentuk-bentuk unik dari masing-masing film.
“Inginnya benar-benar tahu dan mengalami dunia film di Australia seperti apa,” imbuh sineas berkacamata ini.
Selain Film Pendek Terbaik Pilihan Juri, kompetisi ini juga memberi penghargaan Film Pendek Terbaik Pilihan Penonton kepada “Ibu dan Anak Perempuannya” arahan sutradara Happy Salma dan Gatot Subroto. Namun kesempatan untuk menghadiri MIFF hanya diberikan kepada pemenang kategori Pilihan Juri.
FSAI 2017 di Jakarta telah berakhir pada tanggal 29 Januari. Sebanyak 6 film Australia dan 3 film Indonesia telah ditayangkan gratis selama 4 hari festival -yang diadakan oleh Kedutaan Besar Australia ini. Setelah ibu kota, FSAI 2017 akan digelar di Surabaya pada tanggal 4-5 Februari.