REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Penataan kawasan wisata belanja Malioboro tahap II saat ini memasuki tahap pencermatan desain sebagai acuan pembangunan fisik yang ditargetkan dimulai pada Maret atau April 2017.
"Setelah pencermatan desain selesai selanjutnya kami lelangkan. Lelang sendiri membutuhkan waktu 1 hingga 1,5 bulan," kata Kepala Cipta Karya Dinas Pekerjaan Umum, Perumahan, Energi, dan Sumber Daya Mineral (PUP ESDM) DIY, M Mansyur di Yogyakarta, Selasa (31/1).
Mansur mengatakan pada prinsipnya desain penataan kawasan Malioboro tahap II memang tidak berbeda dengan tahap I, termasuk dalam penggunaan lantai teraso. Meski demikian, dalam pencermatan itu dilakukan sejumlah penyempurnaan apabila dalam hasil evaluasi tahap I terdapat kekurangan. "Tetap kami evaluasi pada tahap I kekurangannya apa saja dan masukan dari masyarakat apa saja," kata dia.
Ia memperkirakan pengerjaan fisik penataan kawasan semi pedestrian Malioboro tahap II yang akan meliputi depan Pasar Beringharjo hingga kawasan Titik Nol membutuhkan anggaran mencapai Rp 16 miliar-Rp 17 miliar, atau lebih sedikit dari nilai kontrak tahap I yang mencapai Rp 23,7 miliar. Sebelum pembangunan fisik dimulai, ia mengatakan, Pemda DIY akan mengirimkan surat kepada Pemerintah Kota Yogyakarta terkait penghapusan aset milik Pemkot Yogyakarta mulai depan Pasar Beringharjo hingga kawasan Titik Nol.
"Kami layangkan surat ke Wali Kota Yogyakarta terkait aset yang akan dihapuskan di kawasan yang akan kami kerjakan," kata dia. Bersamaan dengan penataan fisik kawasan semi pedestrian Malioboro tahap II, menurut dia, juga akan dilakukan pembangunan toilet bawah tanah di depan Kantor Perwakilan Bank Indonesia Yogyakarta untuk memfasilitasi pengunjung di kawasan Titik Nol. Pembangunan toilet itu diperkirakan akan menghabiskan anggaran Rp 5 miliar-Rp 6 miliar.
Menurut dia, pembangunan toilet bawah tanah itu bagian dari paket pembangunan yang lain yang akan dikerjakan secara paralel bersamaan dengan penataan kawasan Malioboro. "Beda paketnya dan akan kami lelangkan sendiri," kata dia.
Sementara itu, terkait penataan para pedagang kaki lima (PKL) yang menempati kawasan pedestrian depan Pasar Beringharjo, Mansur mengatakan Pemda DIY masih akan bermusyawarah dengan komunitas PKL. "Yang penting nanti kami duduk bersama dulu dengan mereka (PKL). Pada intinya semua sudah mendukung, tinggal penataannya nanti bagaimana," kata dia.
Seandainya dilakukan relokasi, menurut dia, hingga saat ini Pemda DIY belum menentukan secara pasti lokasi baru untuk berjualan para PKL yang terdiri atas PKL kuliner, sandang, dan cendera mata itu.
"Lokasi alternatif sudah ada beberapa tapi belum ditentukan karena 'Ngarso Dalem' (Sultan HB X) belum mengatakan secara spesifik. Namun pada intinya kami tidak menggusur, prinsipnya lebih pada menata," kata dia.
Sebelumnya, Gubernur DIY Sultan HB X berjanji tidak akan menggusur PKL yang berjualan di sepanjang kawasan Malioboro dalam penataan sentra wisata belanja Yogyakarta itu. "Saya tidak ada rencana menggusur para PKL di Malioboro," kata Sultan saat pencanangan pemanfaatan pedestrian Malioboro tahap I pada 22 Desember 2016.
Pemda DIY, kata Sultan, justru ingin menata tempat berjualan para PKL agar semakin rapi dan menarik selaras dengan program revitalisasi kawasan Malioboro. Selain itu, untuk meningkatkan kualitas pelayanan PKL khusus kuliner yang berjualan pada sore hari, Sultan juga sempat merencanakan akan membuat sejumlah titik penyediaan air bersih yang dapat difungsikan berbagai kebutuhan PKL, termasuk untuk mencuci piring.