Rabu 01 Feb 2017 06:19 WIB

DPR: Pernyataan MK tak Boleh Diawasi Keliru

Rep: Fauziah Mursid/ Red: Bilal Ramadhan
Arsul Sani
Arsul Sani

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi III DPR RI, Arsul Sani menilai pernyataan Ketua Mahkamah Konstitusi, Arief Hidayat yang menyatakan MK tidak boleh diawasi adalah keliru. Menurutnya, tidak ada pengecualian terhadap pengawasan MK, khususnya berkaitan perilaku hakim konstitusi.

"Ketua MK bilang bahwa hakim tidak boleh diawasi, karena itu nanti menjadikan fungsi lembaga peradilan yang independen menjadi subordinasi. Menurut saya itu cara berpikir yang keliru," kata Arsul di Gedung Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (31/1).

Arsul memberi contoh, Pemerintah yang diawasi oleh DPR tidak kemudian membuat DPR sebagai subordinasi. Selain itu, DPR bersama Pemerintah juga tetap diawasi oleh Badan Pemeriksaan Keuangan, tanpa menjadikan BPK sebagai subordinasi.

"Kan enggak kan, karena fungsi pengawasan umum memang dimiliki DPR atas semua lembaga yang lain. Hanya tempat tertentu DPR nggak bisa mengawasi dalam arti intervensi. Jadi itu menurut saya salah," ujarnya.

Sekjen PPP tersebut mengatakan, lagi pula yang diawasi itu bukan sebagai lembaga peradilan, namun pengawasan terhadap hakim dalam arti perilaku dan bukan tugas sebagai pengadil. Karena itu pula, pengawasan terhadap hakim MK harus tetap dilakukan.

"Kalau perilaku hakim gak bisa diawas ya bagaimana nanti. Itu harus diawasi, yang diawasi perilaku hakim bukan lembaga kehakiman, lembaga peradilan," kata dia.

Namun apakah pengawasan terhadap MK tersebut akan diatur dalam revisi Undang-undang MK yang masuk prolegnas 2017, Arsul mengaku akan menunggu usul inisiatif dari Pemerintah. Hal ini karena revisi UU MK merupakan inisiatif dari Pemerintah.

Hanya, ia mengaku sudah mengusulkan kepada Pemerintah dan rekan sesaam DPR agar jika ada uji materi terhadap UU MK, tidak boleh diadili sembilan hakim konstitusi. "Yang ngadili harus dibentuk hakim adhoc. karena hakim itu tidak boleh mengadili perkaranya sendiri. kalau perkara sendiri diadili ya pasti menang, dia yang punya palu kan," katanya.

Sebelumnya, Ketua MK Arief Hidayat tidak sependapat dengan usulan yang mengemuka terkait pengawasan terhadap MK menyusul kembalinya hakim konstitusi terjerat korupsi. Hal ini menurutnya lantaran badan peradilan tidak boleh diawasi.

"Sekali lagi saya tidak setuju dengan istilah pengawasan karena badan peradilan tidak boleh diawasi karena nanti kalau diawasi, subordinat," kata Arief.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمَا تَفَرَّقُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْرِثُوا الْكِتٰبَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيْبٍ
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para nabi) karena kedengkian antara sesama mereka. Jika tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dahulunya dari Tuhanmu (untuk menangguhkan azab) sampai batas waktu yang ditentukan, pastilah hukuman bagi mereka telah dilaksanakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang mewarisi Kitab (Taurat dan Injil) setelah mereka (pada zaman Muhammad), benar-benar berada dalam keraguan yang mendalam tentang Kitab (Al-Qur'an) itu.

(QS. Asy-Syura ayat 14)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement