REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Duta Besar Rusia untuk Indonesia Mikhail Y Galuzin berkomentar mengenai konflik Suriah. Ia mengatakan selama ini banyak rumor yang salah mengenai sikap negara itu. Salah satunya adalah isu yang mengatakan bahwa Rusia membuat rancangan konstitusi baru untuk Suriah.
Namun, Galuzin mengatakan hal itu sepenuhnya tidak benar karena negaranya hanya membantu memaparkan ide-ide yang tidak secara langsung mengatur pemerintahan di salah satu negara Timur Tengah tersebut.
"Kami tidak mengatur konstitusi baru yang berlaku di Suriah seperti apa karena kami berkomitmen pada posisi kami dan Suriah berhak menentukan masa depannya sendiri," ujar Galuzin di Jakarta, Selasa (31/1).
Ia menjelaskan spekulasi mengenai keterlibatan Rusia dalam pembuatan konstitusi baru tersebut muncul di sejumlah media negara-negara Barat. Padahal, mereka bersama dengan Iran dan Turki hanya berusaha menjadi mediator untuk menciptakan situasi stabil dan mengakhiri konflik selama hampir enam tahun di Suriah.
"Rusia, Iran, dan Turki sepakat menjadi mediator atas konflik Suriah. Pembicaraan damai antara para pihak yang berkonflik beberapa waktu lalu cukup sukses," jelas Galuzin.
Pertemuan antara pihak yang berkonflik, yaitu Pemerintah Suriah dan oposisi digelar di Astana, Kazakhstan pada 23-24 Januari lalu. Menurut Rusia, perundingan damai berlangsung kondusif meski masih ada kegagalan karena beberapa hal yang belum disepakati bersama.
"Saat ini situasi di Suriah sudah lebih tenang, hanya ada pertempuran melawan kelompok teroris seperti Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) dan Al Nusra di sana," kata Galuzin.