REPUBLIKA.CO.ID, WINA -- Koalisi Pemerintah Austria melarang pengunaan cadar ruang publik seperti pengadilan dan sekolah. Austria juga mempertimbangkan untuk melarang pegawai negeri sipil untuk mengenakan jilbab dan simbol agama lainnya.
Langkah-langkah ini dinilai sebagai upaya untuk melawan bangkitnya Freedom Party atau Partai Kebebasan yang belum lama ini kalah tipis saat pemilu presiden. Koalisi tengah sudah dalam keadaan hancur minggu ini setelah adanya krisis negosiasi dalam mencari arah masa depan pemerintahan.
"Kami memegang komitmen terhadap masyarakat yang terbuka, yang juga memerlukan komunikasi terbuka. Penutup wajah penuh di tempat-tempat umum menghalangi komunikasi dan oleh karena itu akan dilarang," demikian pernyataan tertulis pemerintah yang tertuang dalam paket reformasi, seperti dilansir BBC, Selasa (31/1).
Dalam paket reformasi itu tidak banyak dirinci tentang rencana untuk melarang niqab (penutup wajah yang hanya menyisakan mata) dan burka (penutup seluruh tubuh dan wajah yang biasanya dikenakan oleh perempuan Afghanistan).
Menteri Integrasi Austria Sebastian Kurz mengatakan penting untuk bersikap netral terutama untuk orang-orang yang berkegiatan di ranah publik. Seperti di kantor polisi atau sekolah.
Diperkirakan terdapat 150 perempuan di Austria yang mengenakan niqab tetapi para pejabat yang menangani pariwisata menyatakan kekhawatiran bahwa langkah ini dapat mengurungkan niat pengunjung dari negara-negara Teluk.
Seorang juru bicara pemerintah, sebagaimana dikutip oleh surat kabar setempat, mengatakan larangan itu juga akan berlaku di resor-resor ski sama dengan pemberlakuan di pusat kota Wina.