REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Juru Bicara Tim Pemenangan pasangan calon Anies Baswedan-Sandiaga Uno, Anggawira menyatakan, sosialisasi reklamasi pulau G di Teluk Jakarta dinilai sebagai bentuk upaya untuk memaksakan ambisi pengembang agar pembangunan reklamasi dilanjutkan.
''Sudah seharusnya pembangunan Pulau G dan pulau-pulau lainnya dihentikan, seperti contohnya di pulau C dan Pulau D tidak sesuai dengan desain awal," kata Anggawira di Jakarta, Rabu (1/2).
Menurut Anggawira, analisis dampak lingkungan yang dilakukan pengembang sangat lemah dan dinilai tidak sesuai dengan kajian lingkungan hidup strategis yang dilakukan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
Anggawira mengingatkan bahwa pembangunan pembangunan Pulau G telah resmi dihentikan melalui sanksi KLHK dan moratorium dari pemerintah karena merugikan kehidupan nelayan, dan merusak ekosistem di Teluk Jakarta. Dia juga menyayangkan tindakan Pemprov DKI Jakarta yang memfasilitasi sosialisasi karena dinilai tidak susai dengan keputusan yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat.
Sebelumnya, Koalisi Selamatkan Teluk Jakarta menolak Peraturan Gubernur DKI Nomor 206 Tahun 2016 yang terkait dengan panduan rancang kota sejumlah pulau hasil reklamasi kawasan strategis pantai utara. "Pergub 206/2016 diterbitkan sepihak, tanpa proses partisipasi baik warga maupun organisasi lingkungan yang berkepentingan terhadap perlindungan lingkungan," kata Deputi Hukum dan Kebijakan Koalisi, Rosiful Amirudin.
Menurut Rosiful, sangat jelas tidak ada proses pelibatan masyarakat, konsultasi publik, bahkan sosialisasi dalam perumusan hingga terbitnya regulasi tersebut. Dengan kata lain, ujar dia, prosesnya dilakukan secara diam-diam, tidak transparan, dan sangat tidak bertanggung jawab.
Selain itu, Pergub tersebut dinilai tidak mendasarkan kepada Kajian Lingkungan Hidup Strategis yang telah ditegaskan dengan terbitnya PP No. 46 Tahun 2016 yang wajib bagi perumusan rencana tata ruang wilayah beserta rencana rincinya. Koalisi juga mengingatkan bahwa status reklamasi Teluk Jakarta masih berada dalam moratorium, yang sejalan dengan perintah presiden Jokowi untuk melakukan pengkajian ulang.
"Moratorium dilakukan dengan sanksi Kementerian Lingkungan Hidup yang sudah seharusnya diperberat dengan pencabutan izin lingkungan dari setiap pembangunan pulau tersebut karena pihak swasta/pengembang juga Pemprov DKI tidak mampu memenuhi kewajiban yang dinyatakan dalam sanksi lingkungan hidup," ujarnya.