Rabu 01 Feb 2017 18:06 WIB

Kabupaten Semarang Terus Waspadai Antraks

Rep: Bowo Pribadi/ Red: Andi Nur Aminah
Bakteri antraks dilihat dari mikroskop.
Foto: daily mail
Bakteri antraks dilihat dari mikroskop.

REPUBLIKA.CO.ID, UNGARAN -- Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Semarang mengalokasikan anggaran untuk pengadaan 1.800 dosis vaksin antraks. Selain itu, dinas pertanian mendapatkan 5.000 dosis vaksin antraks yang dibiayai dari APBN.

Pemanfaatan vaksin antraks ini bakal diprioritaskan untuk mengantisipasi potensi penyakit antraks di daerah endemis serta wilayah perbatasan Kabupaten Semarang dengan daerah lainnya. “Ada sedikitnya 6.800 ekor populasi sapi di kecamatan endemis dan kecamatan yang berbatasan dengan kabupaten/kota lain,” ungkap Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Semarang, Urip Triyoga, di Ungaran, Rabu (1/2).

Urip mengakui, pihaknya masih melakukan surveilans setiap tahun, terhadap potensi penyakit antraks di wilayah Kecamatan Tengaran. Hal ini dilakukan sebagai bentuk kewaspadaan terhadap penyakit yang menyerang hewan ternak ini.

Ia mengatakan, kasus penyakit antraks pernah muncul di Desa Patemon, Kecamatan Tengaran, 26 tahun silam. Sedikitnya 1.500 ekor sapi mati akibat serangan antraks ini. “Atas kejadian tersebut, Kabupaten Semarang ditetapkan sebagai daerah endemis antraks,” jelasnya.

Kini, lanjut Urip, potensi munculnya penyakti antraks di Kabupaten Semarang ini terus diwaspadai. Selama 40 tahun sejak kemunculan kasusnya, Dinas Pertanian Kabupaten Semarang rutin melakukan surveilans.

Setiap tahun ada surveilans di Patemon untuk mengantisipasi munculnya kembali kasus antraks. Sebab spora antraks bisa bertahan sampai 40 tahun. Hasil surveilans di Patemon setiap tahun rutin diuji di laboratorium veteriner.

Selain surveilans, pihaknya juga memperketat pemeriksaan di rumah pemotongan hewan, lalu lintas ternak di pasar hewan dari dan ke kecamatan juga diawasi. “Upaya ini dilakukan agar potensi munculnya kasus antraks ini bisa diantisipasi,” katanya.

Sementara itu, Kabid Kesehatan Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner Dinas Pertanian Kabupaten Semarang, Sri Hartiyani menambahkan, pihaknya juga mendorong sosialisasi, kesadaran dan pemahaman masyarakat terhadap potensi kasus antraks ini.

Menurutnya, masyarakat juga harus memahami ciri- ciri klinis serangan penyakit antraks ini. Sehingga system pelaporan akan bisa dilakukan lebih cepat jika ditemukan indikasi atau kecurigaan pada penyakit ini.

Sapi yang terkena antraks akut akan mati mendadak setelah terinveksi bakteri antraks tanpa disertai gejala klinis. Cirinya sapi yang terkena antraks, keluar darah berwarna merah kehitaman dari mulut, hidung, telinga dan anus.

Untuk kategori antraks kronis biasanya terdapat luka pada mulut dan telapak kaki sapi yang tidak kunjung sembuh. “Hingga beberapa waktu kemudian, atau satu dua bulan kemudian, hewan ternak ini mati,” katanya.

Ia juga menyampaikan, spora antraks bisa bertahap sampai puluhan tahun. Sedangkan bakteri antraks tahan hidup di tempat tertutup. Spora merupakan pembungkus bakteri dan lebih tahan panas.

Bakteri antraks akan mati pada air bersuhu 100 derajat Celsius selama 30 menit. “Tapi kalau sporanya tahan di tempat panas dan kering dalam jangka waktu hingga 40 tahun,” tambahnya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement