Rabu 01 Feb 2017 19:12 WIB

Inflasi Diprediksi Terus Terkerek Hingga Pertengahan 2017

Rep: Sapto Andika Candra/ Red: Friska Yolanda
Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suhariyanto (tengah) memberikan keterangan kepada wartawan terkait inflasi pada bulan Januari di Gedung BPS Jakarta, Rabu (1/2).
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suhariyanto (tengah) memberikan keterangan kepada wartawan terkait inflasi pada bulan Januari di Gedung BPS Jakarta, Rabu (1/2).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tahun ini dibuka dengan tingkat inflasi bulanan sebesar 0,97 persen untuk Januari 2017 dan inflasi tahun ke tahun sebesar 3,49 persen. Pengamat memperkirakan kenaikan inflasi akan terjadi hingga pertengahan tahun.

Beberapa penyumbang inflasi utama bulan di awal tahun ini adalah kenaikan tarif administrasi surat kendaraan bermotor, pengalihan subsidi listrik golongan 900 Volt Ampere (VA), dan kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) umum nonpenugasan. Sementara, kenaikan harga cabai rawit merah tercatat tak memberikan pengaruh signifikan terhadap inflasi. 

Peneliti Senior Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Eko Listianto menilai, kenaikan laju inflasi bisa saja terus terjadi hingga pertengahan tahun. Alasannya, pengalihan subsidi listrik untuk golongan 900 VA dilakukan bertahap, mulai Januari, Maret dan Mei. 

Baca juga, Pengalihan Subsidi Listrik Sumbang Inflasi Januari

"Belum lagi, memasuki bulan Mei diproyeksikan akan mulai ada kenaikan harga lantaran masuk Bulan Ramadhan.," ujarnya, Rabu (1/2).

Secara keseluruhan, Eko melihat laju inflasi tahun Ayam Api ini sangat dipengaruhi oleh faktor harga-harga yang diatur pemerintah seperti tarif listrik dan tarif Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Koordinasi di internal pemerintah harus diperbaiki dalam mengeluarkan kebijakan kenaikan tarif PNBP, seperti harga perpanjangan STNK Januari lalu. Bila polemik tarif STNK sebelumnya bisa diredam pemerintah, bisa jadi inflasi Januari lalu tak akan melonjak tinggi. 

"Hanya saja, Kemenkeu bilang bukan urusan mereka, Polri juga mengelak, kan jadinya polemik sehingga meluas. Harus hati-hati pemerintah," ujar dia. 

Pemerintah juga diingatkan untuk lebih berhati-hati dalam menghadapi gejolak global, khususnya penguatan nilai tukar dolar AS. Menguatnya kurs dolar AS ditakutkan akan memicu masing-masing kementerian dan lembaga ikut menaikkan tarif PNBP mereka, seperti yang sebelumnya dilakukan melalui tarif STNK. 

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement