Kamis 02 Feb 2017 09:23 WIB

Pemerintahan Trump akan Fokus Tangani Ekstremis Islam

Rep: dyah ratna meta novia/ Red: Ani Nursalikah
Presiden AS Donald Trump didampingi Menteri Keamanan Dalam Negeri John Kelly (kanan) dalam pertemuan mengenai keamanan siber di Roosevelt Room, Gedung Putih, 31 Januari 2017.
Foto: AP Photo/Evan Vucci
Presiden AS Donald Trump didampingi Menteri Keamanan Dalam Negeri John Kelly (kanan) dalam pertemuan mengenai keamanan siber di Roosevelt Room, Gedung Putih, 31 Januari 2017.

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Pemerintahan Donald Trump ingin mengubah nama program Pemerintah AS yang didesain menangani semua ideologi kekerasan menjadi fokus hanya menangani ekstremisme Islam.

Menurut lima sumber yang diberitahu mengenai hal tersebut, program yang bernama Countering Violent Extremism (CVE) akan diubah menjadi Countering Islamic Extremism atau Countering Radical Islamic Extremism. Kelompok supremasi kulit putih yang rasial dan sering melakukan pengeboman dan penembakan di AS tak akan dijadikan target Trump untuk ditangani.

Perubahan tersebut mencerminkan retorika kampanye Trump dan kritik terhadap presiden terdahulu Barack Obama yang dianggap lemah dalam memerangi ISIS, dan menolak menggunakan frasa "Islam radikal" dalam menggambarkan tindakan ekstremisme.

Program CVE bertujuan mencegah kelompok atau seseorang yang berpotensi menjadi pelaku serangan melakukan kejahatan. Ini dilakukan melalui kerja sama dengan komunitas dan program pendidikan atau melakukan kampanye melalui Google dan Facebook.

Baca:

Larangan Imigrasi Trump tak Pengaruhi Aktivitas WNI di AS

Warga Yahudi Israel Lahir di Tujuh Negara Muslim Boleh Masuk AS

Sejumlah pihak merasa khawatir dengan perubahan nama program akan membuat Pemerintah AS sukar bekerja sama dengan Muslim. Muslim di AS sulit mempercayai pemerintahan Trump. Apalagi Trump juga menerbitkan perintah eksekutif yang melarang sementara warga dari tujuh negara mayoritas Muslim memasuki AS.

Program CVE fokus pada penduduk AS dan terpisah dari upaya militer untuk melawan ekstremisme secara online. Program ini dikritik karena kurang efektif.

Sumber yang bekerja dengan Departemen Keamanan Dalam Negeri mengatakan, tim transisi Trump bertemu dengan pasukan khusus CVE pada Desember lalu dan mereka mengungkapkan keinginan mengubah nama program agar fokus pada kelompok ekstremis Islam.

Departemen Keamanan Dalam Negeri menolak berkomentar. Gedung Putih tidak merespons permintaan untuk menanggapi hal tersebut.

sumber : Reuters
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمَا تَفَرَّقُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْرِثُوا الْكِتٰبَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيْبٍ
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para nabi) karena kedengkian antara sesama mereka. Jika tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dahulunya dari Tuhanmu (untuk menangguhkan azab) sampai batas waktu yang ditentukan, pastilah hukuman bagi mereka telah dilaksanakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang mewarisi Kitab (Taurat dan Injil) setelah mereka (pada zaman Muhammad), benar-benar berada dalam keraguan yang mendalam tentang Kitab (Al-Qur'an) itu.

(QS. Asy-Syura ayat 14)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement