REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Luar Negeri Retno Marsudi menyatakan tim bantuan hukum Indonesia berupaya memperoleh akses terhadap barang bukti dugaan penyelundupan berbagai jenis senjata api yang dilakukan kontingen "Formed Policy Unit" (FPU) VIII di Bandara Al Fashir, Sudan.
Sejak tiba di Al Fashir pada 31 Januari lalu, tim Indonesia terus berdiskusi dengan otoritas Sudan yang berada di Karthoum, pemerintah lokal Al Fashir, kepolisian, dan PBB untuk misi penjaga perdamaian di Darfur (UNAMID) untuk mendapatkan akses tersebut.
"Beberapa diskusi sedang dijalankan, mudah-mudahan kita bisa memulai akses terhadap barang bukti serta akses untuk bertemu dan melakukan pendalaman dengan anggota kontingen kita," ujar Retno di sela-sela Pertemuan Tingkat Menteri tentang Hukum dan Keamanan antara Indonesia dan Australia yang diselenggarakan di Jakarta, Kamis (2/2).
Baca: Polri Masih Dalami Informasi Anggotanya Ditangkap di Sudan
Tim bantuan hukum Indonesia direncanakan akan berada di Sudan hingga 6 Februari mendatang, namun dimungkinkan memperpanjang masa tinggal jika upaya diplomasi dan penyelidikan masih diperlukan. "Yang jelas komunikasi antara Khartoum, Al Fashir, Jakarta, dan New York terus berjalan untuk memastikan kita bisa mendapat informasi yang kita perlukan mengenai kasus ini," kata Retno.
Hingga saat ini, 139 personnel Polri yang menjadi anggota FPU VIII masih tertahan kepulangannya karena menunggu hasil investigasi atas kasus penyelundupan senjata. Pasukan perdamaian Indonesia itu diduga mencoba menyelundupkan senjata dan amunisi yang disamarkan seperti mineral berharga meliputi 29 senapan Kalashnikov, empat senapan, enam senapan GM3, dan 61 berbagai jenis pistol, serta berbagai jenis amunisi dalam jumlah besar.
Namun, Kapolri Jenderal (Pol) Tito Karnavian dengan tegas membantah tuduhan tersebut dan menyatakan 10 koper yang berisi berbagai senjata dan amunisi itu bukan milik personel Polri yang telah menyelesaikan tugasnya di Sudan.