REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menyatakan keinginannya bertemu Presiden Joko Widodo (Jokowi) guna mengklarifikasi semua tuduhan yang dialamatkan kepadanya. Namun sayangnya, menurut SBY, ada sejumlah pihak di lingkaran Presiden yang melarang Jokowi untuk bertemu dengannya.
Menanggapi keinginan SBY tersebut, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menegaskan pertemuan tersebut akan dijadwalkan setelah ada permintaan resmi dari SBY. "Ya tapi kan sudah saya sampaikan bolak-balik kan, waktunya akan diatur tetapi kalau ada permintaan ya," kata Jokowi di Jakarta Convention Center (JCC), Kamis (2/1).
Saat ditanya apakah sudah ada permintaan dilakukannya pertemuan tersebut, Jokowi meminta agar hal tersebut dicek kembali ke Sekretariat Negara.
Sebelumnya, Sekretaris Kabinet Pramono Anung juga telah menegaskan tak ada pihak yang melarang pertemuan antara SBY dengan Presiden Jokowi. Pramono mengatakan, semua tamu yang ingin bertemu dengan Presiden akan disampaikan oleh Seskab ataupun sekretariat negara kepada Presiden Jokowi.
"Dan kami juga membaca bahwa ada yang menghalangi-halang, sama sekali gak ada. Semuanya tamu yang meminta waktu kepada Presiden Jokowi tentunya akan disampaikan oleh setneg atau seskab kepada Presiden Jokowi. Karena mekanismenya seperti itu," ujar Pramono di kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (1/2).
Ia melanjutkan, jika SBY memang berniat untuk bertemu dengan Presiden dan terdapat permintaan resmi, maka pihaknya akan menyampaikan kepada Jokowi. Selama ini, kata dia, pertemuan dengan Presiden sebagian besar dilakukan atas permintaan atau keinginan dari para tamu.
Presiden keenam RI yang juga Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono menyebut ada pihak di lingkaran Presiden yang melarang Presiden Joko Widodo untuk bertemu dengannya. SBY sendiri mengaku ingin bertemu dengan Jokowi untuk mengklarifikasi sejumlah tuduhan yang dialamatkan kepadanya dan juga partainya.
Pernyataan tersebut disampaikan dalam konferensi pers di kantor DPP Demokrat, Jakarta. Sejumlah tuduhan yang dimaksud yakni terkait tuduhan mendanai aksi damai 411, inisiasi gerakan makar, serta adanya rencana pengeboman di Istana Merdeka.