Kamis 02 Feb 2017 14:49 WIB

Soal Dugaan Penyadapan SBY, Ketua MPR: Tinggal Tunggu Respons Aparat

Rep: Muhyiddin/ Red: Bilal Ramadhan
Ketua MPR RI, Zulkifli Hasan
Foto: ROL/Fakhtar Khairon Lubis
Ketua MPR RI, Zulkifli Hasan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua MPR RI, Zulkifli Hasan meminta semua pihak tidak mengaitkan pernyataan kontroversial terdakwa dugaan kasus penistaan agama Basuki T Purnama (Ahok) dengan persoalan politik.

Terkait dengan dugaan kasus penyadapan percakapan Susilo Bambang Yudhoyono dengan Ketum MUI KH Ma'ruf Amin yang diduga dilakukan oleh tim Ahok itu merupakan perbuatan yang ilegal. Karena, menurut dia, penyadapan itu hanya boleh dilakukan lembaga resmi negara yang sudah memenuhi peraturan-peraturan yang berlaku di Indonesia ini.

"Kalau ilegal kan masalah hukum. Oleh karena itu, pak SBY kan sudah menyampaikan pikiran-pikirannya. Tinggal kita tunggu responnya gimana dari aparat, lalu dari lainnya juga gimana. Kita tunggu saja," kata Zulkifli usai menghadiri acara Pelantikan Dewan Pengurus Forum Kemitraan Religi Kamtibmas di Mapolda Metro Jaya, Kamis (2/2).

Ia menambahkan, dalam kasus penistaan agama seharusnya juga tidak dihubung-hubungkan dengan persoalan Pilkada DKI Jakarta. Apalagi, sampai dimanfaatkan untuk menjatuhkan lawan-lawan politik.

"Janganlah Pilkada ini mempertaruhkan semuanya. Pilkada ini kan berebut untuk memajukan negeri. Kita ini bersaudara, keluarga besar, satu persatuan yang penting. Jangan Pilkada ini mengorbankan semuanya, pakai RAS, suku, dan kebencian. Tentu tak sesuai dengan nilai-nilai keindonesian kita," katanya.

Ia menambahkan, seharusnya yang dilawan itu saat ini adalah negara lain yang hendak menjatuhkan Indonesia. Karena itu, meski berbeda dalam pilihan Pileg, Bupati, dan Gubernur, semua rakyat Indonesia harus tetap bersatu.

"Mudah-mudahan, kalau Pilgub DKI selesai, kembali kita damai. Dari 101 Pilkada, cuman DKI kan (yang panas)," jelasnya.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement