REPUBLIKA.CO.ID, DENPASAR -- Provinsi Bali mengalami inflasi di atas nasional selama satu bulan pertama di awal 2017. Angkanya mencapai 1,46 persen month to month (mtm) atau 4,13 persen year on year (yoy).
Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Bali, Adi Nugroho menyoroti tingginya angka inflasi yang dipicu kenaikan harga cabai rawit, biaya perpanjangan Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK), dan tarif upah asisten rumah tangga. Ada 10 komoditas utama penyumbang inflasi di Kota Denpasar.
"Kenaikan biaya perpanjangan STNK menyumbang inflasi sebesar 105,76 persen. Ini memiliki andil paling besar," kata Adi, Kamis (2/2).
Kenaikan harga cabai rawit menyumbang inflasi mencapai 72,32 persen, sedangkan kenaikan upah asisten rumah tangga menyumbang 2,27 persen. Komoditas penyumbang inflasi lainnya adalah tarif pulsa ponsel, tarif listrik, harga mobil, harga bahan bakar nonsubsidi, rokok kretek filter, dan ikan jengki.
Singaraja mencatat inflasi 1,79 persen mtm atau 5,3 persen yoy. Sementara, Denpasar sebesar 1,39 persen mtm atau 1,39 persen mtm atau 3,87 persen yoy. Komoditas penyumbang angka inflasi di Singaraja, meliputi kenaikan harga cabai rawit, tarif listrik, biaya perpanjangan STNK, daging ayam ras, harga bahan bakar nonsubsidi, buncis, tarif pulsa ponsel, ikan tongkol, telur ayam, dan bayam.
Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) Nali berupaya mengendalikan harga melalui forum koordinasi, dan menjaga ekspektasi masyarakat. Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia (KPwBI) Provinsi Bali, Causa Iman Karana mengatakan, ekspektasi masyarakat dijaga melalui sosialisasi dan publikasi, serta memberi imbauan kepada masyarakat mengenai hal-hal yang diperlukan dalam upaya menjaga stabilitas harga. "Pelaksanaan pasar murah juga akan kembali disusun," katanya.
Pasar murah dalam jangka pendek diharapkan dapat menjadi jangkar dalam penetapan harga dan menahan laju inflasi yang dapat bersumber dari sisi permintaan, penawaran, dan ekspektasi pelaku ekonomi. TPID Provinsi Bali, kata Iman, optimistis melalui kegiatan pengendalian intensif, maka harapan mencapai perekonomian Bali yang berdaya saing, berkualitas, dan berkelanjutan dapat tercapai. Sasaran inflasi pun bisa sesuai proyeksi.