REPUBLIKA.CO.ID, MANILA -- Presiden Filipina Rodrigo Duterte mengatakan pada Kamis (2/2) akan mengeluarkan perintah eksekutif untuk dukungan militer dalam perjuangannya melawan obat-obatan terlarang.
Duterte menyebut narkoba merupakan ancaman keamanan nasional dan ia akan membunuh lebih banyak orang jika memang diperlukan. Ia tidak perlu kekuatan ekstra, tapi ingin menunjuk Angkatan Bersenjata Filipina (AFP) dalam memerangi narkoba. Duterte mengaku dia tidak bisa lagi percaya pada lembaga penegak hukum.
"Saya masih menyusun, apakah itu sebuah proklamasi atau perintah eksekutif, tapi saya sudah mengatakan kepada AFP dan mengangkat isu obat terlarang sebagai ancaman keamanan nasional, sehingga saya bisa memanggil angkatan bersenjata untuk membantu, "katanya dalam pidato di Davao.
Semua operasi polisi pada penumpasan obat terlarang dihentikan pada Senin mengingat korupsi yang mengakar. Mantan wali kota itu sudah tidak percaya lagi kepada polisi dan Biro Investigasi. Karena menurutnya mereka hanya bisa memberikan janji-janji pembersihan saja.
Duterte tidak menyebutkan apa kewenangan militer dalam memerangi obat terlarang tersebut. Ia juga tidak memberikan indikasi jumlah pasukan yang akan terlibat, tetapi ia mengatakan mereka diperlukan.
Sekitar 7.600 orang telah tewas sejak Duterte meluncurkan perang terhadap narkoba selama tujuh bulan lalu. Lebih dari 2.500 orang tewas dalam insiden tembak-menembak dengan polisi selama penggerebekan dan operasi.
Penyebab kematian dari sisanya tetap disengketakan. Sedangkan polisi menyalahkan perselisihan antar geng dan main hakim sendiri.
Baca juga, Sisi Kelam Pemberantasan Narkoba Duterte, Lahirnya Petrus-Petrus Filipina.
Human Rights Watch yang berbasis di New York mengatakan pada Kamis (2/2), bahwa melibatkan militer adalah langkah yang salah. Karena angkatan bersenjata memiliki track record pembunuhan di luar hukum, terutama bagi pemberontak komunis.