REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ahli Hukum Dewan Pimpinan Majelis Ulama Indonesia (MUI), Abdul Chair Ramadhan menulis sebuah surat terbuka untuk menanggapi permintaan maaf Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) kepada Ketua Umum MUI, KH Ma'ruf Amin. Ahok meminta maaf setelah dikecam karena dinilai menghina Kiai Ma'ruf dalam sidang kedelapan kasus penistaan agama, Selasa (31/1).
Di akhir suratnya, Abdul Chair mengimbau para penasehat hukum Ahok bertaubat atas kesalahan membela orang yang telah menistakan agama. Berikut isi lengkap surat terbuka yang bertemakan “TANGGAPAN DAN BANTAHAN ATAS PERMINTAAN MAAF AHOK”:
I Prolog
Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) menyampaikan permintaan maaf kepada Ketua Umum MUI K.H. Ma’ruf Amin dan Nahdlatul Ulama (NU), melalui video. Ahok menyampaikan ada kesalahpahaman dalam pernyataannya dalam persidangan kemarin kepada KH. Ma’ruf Amin. Dari video yang dikirimkan oleh Timses Ahok-Djarot kepada detikcom, Rabu (1/2/2017), Ahok mengatakan tidak ada maksud melaporkan K.H. Ma’ruf Amin ke Polisi.
Semua substansi permintaan maaf tersebut adalah justru memperkuat penghinaan yang bersangkutan kepada umat Islam pada umumnya, dan diri pribadi K.H. Ma’ruf Amin pada khususnya. Perhatikan ucapannya yang mengatakan:
“Saya kira itu penjelasan saya, semoga kesalahpahaman ini bisa dihentikan dan terutama jangan dimanfaatkan oleh oknum-oknum tertentu yang ingin mengadu domba saya dan pihak NU, apalagi dihubungkan dengan Pilkada.”
“Dan tentu kami tidak ingin bangsa kita yang sudah begitu berjuang digaduhkan lagi oleh kerja oknum-oknum yang mengadu domba. Saya selama ini banyak dibela oleh NU, para nahdliyin, termasuk Banser, Anshor, teman-teman semua. Bagaimana mungkin saya bisa berseberangan dengan NU yang jelas-jelas menjaga kebhinekaan dan nasionalis seperti ini.“
Penjelasan dan permintaan maaf Ahok tidak sesuai dengan kondisi yang sebenarnya, dalam rekaman sidang sangat jelas Ahok dan Penasehat Hukum telah melakukan kebohongan publik dan bahkan menyerang kehormatan KH Ma’ruf Amin dan termasuk Majelis Ulama Indonesia.
Berikut subtansi rekaman tersebut:
Ahok telah menyatakan kebohongan publik dengan mengatakan KH Ma’ruf Amin telah menunjuk Habib Rizieq Shihab sebagai Ahli untuk kepentingan pemberian keterangan di sidang pengadilan. Fakta sebenarnya adalah Majelis Ulama Indonesia (MUI) hanya merekomendasikan nama-nama para Ahli sesuai dengan keilmuannya masing-masing, berdasarkan permintaan dari pihak Bareskrim Mabes Polri, jadi bukan penunjukkan sebagaimana dikatakan oleh Ahok.
Ahok mengatakan akan melakukan proses hukum terhadap KH Ma’ruf Amin dengan tuduhan keji “telah berbohong”. Dia juga mengatakan bahwa dirinya telah dipermainkan terkait dengan hak-haknya, ditegaskan pula dirinya telah didzalimi, disebutkan “…dan percayalah, kalau anda mendzalimi saya, anda lawan adalah Tuhan Yang Maha Kuasa …. dan saya akan buktikan satu persatu, dipermalukan nanti.”
Salah satu PH Ahok, Humphrey Djemat telah menyudutkan dan mempersiarkan di depan pengadilan bahwa KH Ma’ruf Amin telah dihubungi oleh mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tentang permintaannya untuk segera mengeluarkan Fatwa tentang penodaan agama yang dilakukan oleh Ahok dan yang bersangkutan dengan tegas menyatakan bahwa: “KH Ma’ruf Amin telah memberikan keterangan palsu dan meminta untuk dilakukannya proses hukum.”
II. Tanggapan dan Bantahan
Pertama
Kata-kata: “….jangan dimanfaatkan oleh oknum-oknum tertentu yang ingin mengadu domba saya dan pihak NU apalagi dihubungkan dengan Pilkada.…. digaduhkan lagi oleh kerja oknum-oknum yang mengadu domba.”
Mengindikasikan Ahok telah dengan sengaja menuduh Umat Islam di luar NU sebagai pihak yang ingin mengadu domba antara dirinya dan pihak NU. Di luar NU dianggap olehnya sebagai pihak yang bertanggungjawab dalam mengadu domba, dan secara sadar kepastian dimaksudkan adalah pihak pelapor, lawan politik atau pesaingnya dalam Pilkada dan Umat Islam di luar NU.
Padahal, mayoritas pihak pelapor, lawan politik atau pesaingnya tidak dapat diidentikkan dengan NU. Masalah penodaan agama bukanlah masalah institusi kelembagaan NU dan Non-NU maupun MUI, tetapi masalah umat Islam yang menuntut ditegakkannya hukum secara adil kepada pelaku penodaan agama. Bukan hanya kepada Ahok, tetapi kepada siapa saja yang melakukannya. Dugaan penodaan agama yang dilakukan oleh Ahok tidak terkait dengan penyelenggaraan Pilkada, tidak ada hubungannya sama sekali. Justru Ahok yang selalu mengaitkannya.
Kegaduhan bermula justru dari diri Ahok sendiri, semua kegaduhan yang terjadi disebabkan dari perkataan dan tindakannya yang sangat anti dengan Islam, bukan dari pihak lain.