Jumat 03 Feb 2017 08:39 WIB

Perjuangan Siswa SD ke Sekolah Lewati Sungai Deras dan Tepi Tebing

Red: Nur Aini
Siswa dan guru SD menyeberangi sungai, ilustrasi
Foto: Antara/Maulana Surya
Siswa dan guru SD menyeberangi sungai, ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, SITUBONDO -- Kondisi pendidikan di Indonesia masih diwarnai dengan ketimpangan, khususnya di daerah tertinggal (3T) jika dibandingkan dengan wilayah perkotaan. Di daerah terpencil di pelosok Tanah Air masih banyak dijumpai kondisi dunia pendidikan yang memprihatinkan, karena pelajar belum terlayani dengan sarana yang baik.

Padahal pendidikan yang nyaman dan aman serta mendapatkan perhatian dari pemerintah merupakan hal yang sangat diinginkan oleh seluruh pelajar di Indonesia. Mulai dari infrastuktur hingga akses jalan yang tidak memadai perlu mendapatkan perhatian. Di Kabupaten Situbondo, Jawa Timur, salah satu sekolah dasar yang letaknya berada di daerah pegunungan, yakni SD Negeri 1 Campoan, Desa Campoan, Kecamatan Mlandingan, para siswanya harus menempuh perjalanan yang sangat berbahaya karena bisa mengancam nyawa mereka dalam upaya mereka mendapatkan pendidikan. Para siswa di sekolah dasar itu harus menempuh jalan setapak dan memutar serta melewati tebing yang curam serta menyeberangi sungai dengan arus deras.

Di sekolah dasar yang letaknya antara 35 kilometer hingga 40 kilometer dari Kota Situbondo ini, para siswa setiap hari harus berjalan sejauh lebih dari 1 kilometer dari rumah ke sekolah. Para pelajar SDN 1 Campoan ini terpaksa menyeberangi sungai selebar sekitar 10 meter dengan arus sangat deras, karena sungai merupakan akses jalan satu-satunya menuju sekolah, sedangkan akses lain harus memutar lebih jauh, yakni sekitar 3 kilometer. Karena itu perjalanan menuju sekolah yang berbahaya dan bisa mengancam nyawa pelajar SD ini sudah menjadi hal yang biasa demi menuntut ilmu. "Sebenarnya takut terseret arus sungai, tapi bagaimana lagi tidak ada jalan lain untuk ke sekolah. Teman-teman semua memang berangkat bersama-sama dan saling membantu saat menyeberang sungai," kata Nur Faizah, salah satu siswa.

Jembatan satu-satunya untuk menuju sekolah dasar itu tidak bisa digunakan lagi karena sudah putus akibat diterjang banjir bandang pada dua tahun silam (2015). Kendati sempat dibangun jembatan dengan berbahan bambu oleh masyarakat desa setempat beberapa kali juga hanyut akibat banjir. Tidak heran seragam sekolah pelajar SD ini selalu basah karena terkena air. Selain itu, seluruh siswa menggunakan sandal jepit pergi ke sekolah karena setiap hari pulang dan pergi menyeberang sungai.

Saat berangkat sekolah, para pelajar SD tersebut saling membantu ketika menyeberang sungai, beberapa siswa kelas VI berusaha menggendong adik kelasnya menyeberang sungai. Tak terkecuali guru sekolah, selain mengajar mereka juga mengawasi saat anak didiknya menyeberang sungai dan bahkan menggendong siswa yang masih kecil karena khawatir terbawa arus sungai.

Salah seorang guru SDN 1 Campoan, Ahmad Faesoli mengatakan jumlah siswa sekolah dasar itu keseluruhan 28 orang, mulai kelas I hingga kelas VI. "Saya kasihan sama anak-anak setiap hari pergi dan pulang sekolah menyeberang sungai, kadang murid-murid saya mengeluh capek setelah sampai di sekolah," katanya.

Ia bercerita, suatu ketika pernah ada kejadian seorang guru yang sedang menyeberang sungai terserat air yang tiba-tiba deras dan permukaannya naik, mirip seperti banjir bandang. Untung si guru bisa menyelamatkan diri meskipun sempat terseret sekitar 10 meter.  Selama ini, kata dia, para guru pengajar sekolah dasar dan kepala desa setempat sudah mengajukan kepada Pemerintah Kabupaten Situbondo untuk membangun jembatan sebagai akses jalan anak-anak menuju ke sekolah. Dengan dibangunnya jembatan, selain memudahkan akses pelajar SD ke sekolah, juga dapat membantu masyarakat satu dusun di desa setempat melakukan aktivitas setiap hari.

Pelajar SD itu tidak cukup berjuang pergi dan pulang sekolah menyeberangi sungai serta melewati jalan setapak di tebing yang curam, konsentrasi belajar siswa juga tidak dapat maksimal selama kegiatan belajar mengajar berlangsung. Sebab, tepat di depan ruang kelas sekolah mereka berhadapan dengan kandang sapi yang mengeluarkan bau tidak sedap. Letak sekolah yang berada di tengah-tengah pemukiman penduduk ini juga membuat pihak sekolah tidak bisa berbuat banyak terkait kondisi lingkungan sekitar sekolah, dan kandang sapi maupun kandang kambing di depan maupun samping sekolah menjadi pemandangan setiap hari.

Sementara salah seorang wali murid SDN 1 Campoan, Rusman mengaku sangat khawatir jika setiap hari putranya harus menyeberang sungai ke sekolah. Karena di sungai tersebut selama ini seringkali airnya tiba-tiba tinggi dan bahkan bisa saja terjadi banjir bandang saat musim hujan. Selama ini hanya sebagian kecil wali murid sekolah dasar itu, yang mengantarkan putra dan putrinya ke sekolah, sedangkan sebagian besar wali murid lainnya memasrahkan kepada guru sekolah. Sehingga beberapa guru sekolah membagi tugas atau piket untuk berjaga di sekitar sungai pada pagi hari saat anak didiknya berangkat ke sekolah dan menyeberang sungai.

Para orang tua (wali murid) sangat berharap kepada pemerintah kabupaten untuk segera membangun jembatan. Selain itu juga akses jalan setapak yang biasa dilewati pelajar SD setempat juga perlu diperbaiki karena licin saat hujan dan khawatir mereka terpeleset dan jatuh ke sungai.

sumber : Antara
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement